Langsung ke konten utama

Ini dia IPPNU.. ^^


Revitalisasi Kiprah IPPNU

Dua perubahan besar yaitu gerakan kembali ke khitthah yang berujung pada penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi serta perubahan "pelajar" menjadi "putri-putri" menjadi dasar amanat yang harus diemban kepengurusan pasca kongres Jombang. Berkaitan dengan hal tersebut, tugas berat yang harus dilakukan pengurus adalah, pertama mensosialisasikan perubahan nama sekaligus substansi organisasi kepada pihak luar dan kedua, menjabarkan dan melaksanakan operasionalisasi perubahan tersebut kepada seluruh anggota IPPNU. Kesemuanya ini membutuhkan konsolidasi intern yang mantap dan kerja sama yang kooperatif dari pihak-pihak luar, khususnya sesama organisasi pemuda. Muktamar NU ke-27 di Situbondo sebenarnya sudah memberikan pedoman yang baku bagaimana gerakan kembali ke khitthah dilaksanakan. Namun kongres Jombang belum memberikan arahan yang jelas bagaimana orientasi IPNU-IPPNU setelah perubahan namanya. Oleh karena itu, PP berinisiatif untuk mengadakan temu wicara alumni dan seminar citra diri tingkat nasional. Acara ini diselenggarakan di Graha Wisata Remaja, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta pada tanggal 12-16 Oktober 1989. Temu wicara dan seminar ini dihadiri oleh 60 peserta terdiri dari Pucuk Pimpinan, 12 Pimpinan Wilayah dan sejumlah alumni IPNU-IPPNU. Dalam seminar ini dihadirkan beberapa narasumber dari Dedpadgri, Menpora, KNPI, GP Ansor dan Fatayat NU. Acara ini dimaksudkan untuk mempertegas dan memperjelas posisi IPNU-IPPNU pasca kongres Jombang dan pasca khitthah NU, baik dalam lingkungan intern badan otonom NU, maupun secara ekstern di antara ormas-ormas pemuda di tanah air.(24) Hasil-hasil seminar ini kemudian disahkan di Lampung sebagai salah satu keputusan konbes IPNU-IPPNU.

Pada tanggal 13-16 Oktober 1990, IPPNU -bersama IPNU- mengadakan konperensi besarnya yang ke-4 setelah konbes-konbes sebelumnya di Pekalongan, Semarang dan Banjarmasin. Konbes yang dilaksanakan di PP Darul Ma'arif, Tegineneng, Lampung Selatan ini membahas juklak organisasi, administrasi, dan kaderisasi serta memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan kongres XI IPNU dan X IPPNU. Peserta konbes mendapat pengarahan dari beberapa menteri Kabinet Pembangunan V diantaranya Menneg Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Menneg UPW, Menteri Agama, Menteri Penerangan dan Menneg Pemuda dan Olahraga. Di samping itu konbes juga dihadiri oleh Ketua Umum PBNU K.H.Abdurrahman Wahid yang memaparkan "Arah Strategi PBNU dalam Mempersiapkan Kader-kader Jam'iyah".

Revitalisasi sistem pengkaderan memang sudah menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat adanya dua kelemahan mendasar dalam sistem kaderisasi IPPNU selama satu dekade terakhir yaitu: Pertama, kurang intensifnya pelaksanaan pengkaderan yang dilakukan organisasi hampir di semua tingkatan kepengurusan; dan kedua, kelemahan dari sistem pengkaderan itu sendiri.(25) Sistem kaderisasi yang dipakai sampai saat itu adalah sistem kaderisasi yang dihasilkan konbes IPNU-IPPNU tahun 1979 di Banjarmasin. Wajar jika sistem itu dinilai tidak lagi memenuhi tuntutan kehidupan organisasi yang sudah mengalami perubahan cukup mendasar selama satu dekade. Untuk menjawab dinamika organisasi yang berubah semakin cepat konbes gabungan IPNU-IPPNU ini menghasilkan Juklak Pengkaderan. Di samping itu konbes menyusun Pedoman Pelaksanaan Organisasi dan Administrasi serta Citra Diri IPNU-IPPNU sebagai petunjuk operasional perubahan kata "pelajar" menjadi "putra-putri". Kongres mendatang direkomendasikan oleh konbes untuk diadakan di Jawa Tengah.

Sejalan dengan kiprah PBNU, dalam hal ini K.H.Abdurrahman Wahid, yang memelopori berdirinya Forum Demokrasi pada tahun itu, IPNU-IPPNU dalam konbesnya kembali menggeliat menyuarakan keprihatinan mereka terhadap bidang-bidang yang dianggap timpang. Dalam pokok-pokok pikiran mengenai Pembangunan Politik, konbes secara tidak langsung menyoroti marjinalisasi peran politik yang terus berlangsung serta rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan bernegara sebagai berikut:

Perkembangan politik dalam konteks demokratisasi harus menghindarkan kecenderungan marjinalisasi setiap kekuatan dan potensi politik yang ada pada kelompok-kelompok informal di luar supra dan infra struktur politik yang ada. Kekuatan sosial politik yang ada pada kelompok-kelompok kecil harus tetap mendapatkan tempat untuk tetap eksis dan berkembang ...

Harus dihindarkan adanya image bahwa kegiatan politik untuk masyarakat terbatas dalam pengertian pemilu yang lima tahun. Untuk menghindarkan hal itu, maka komunikasi politik dari para pelaku politik terutama di tingkat pusat dengan masyarakat yang ada di pedesaan harus dijalin secara efektif ...(26)

Nuansa kritis yang kembali muncul dalam tubuh IPNU-IPPNU ini menandakan bahwa pergulatan internal organisasi, yang selama hampir satu dekade sebelumnya 'dipaksa' untuk menata kembali bentuk, tujuan, sasaran, dan bidang garapannya -setelah berbagai upaya depolitisasi pelajar dilakukan oleh pemerintah Orde Baru- telah berakhir. Saat bagi IPNU-IPPNU untuk mereaktualisasi kiprahnya dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat sudah tiba, namun di saat yang sama hegemoni pemerintah masih kuat mencengkeram seluruh kekuatan politik di tanah air. Oleh karena itu masih tampak adanya butir-butir pemikiran konbes yang bernada membela status quo, terutama peran politik ABRI seperti dalam ungkapan berikut:

ABRI sebagai salah satu unsur kekuatan pembangunan selama ini telah mengambil peranan positif dengan dwifungsinya. IPNU-IPPNU berpendirian, pelaksanaan dwifungsi ABRI perlu ditingkatkan secara kualitatif untuk mendorong terciptanya mekanisme kehidupan politik nasional yang mantap dan munculnya prakarsa-prakarsa dinamis dari seluruh anggota masyarakat sebagai manifestasi kehidupan demokrasi.(27)

Pernyataan tersebut sebenarnya menunjukkan ambiguitas IPNU-IPPNU dalam memandang demokratisasi. Melestarikan dwifungsi di satu sisi dan menegakkan demokrasi di sisi lain adalah dua hal yang bertentangan. Dalam kacamata sejarah politik dunia, supremasi sipil memang tidak harus menjadi syarat tegak demokrasi. Namun hal yang salah dalam sistem politik di tanah air adalah dengan adanya dwifungsi ABRI yang memberi peran sebagai stabilisator dan dinamisator, maka peluang militerisasi birokrasi menjadi begitu terbuka. Begitu kuat peran politik ABRI, dapat dilihat dari adanya Direktorat Sosial Politik yang bernaung di bawah Departemen Dalam Negeri yang berwenang penuh mengatur setiap izin keramaian. Ketua Umum PBNU, K.H.Abdurrahman Wahid, dengan Forum Demokrasinya berkali-kali menjadi korban pencekalan sebagai narasumber di berbagai forum akibat politik perizinan ini. Selanjutnya, hampir seluruh jabatan kepala daerah dati I maupun dati II diduduki oleh anggota ABRI aktif. Sedangkan para purnawirawan militer diberi 'jatah' untuk menduduki jabatan komisaris BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Pendek kata, hampir tidak mungkin bagi kekuatan politik formal manapun untuk menyuarakan 'perbedaan' di tanah air, karena berbeda berarti melawan pemerintah.
Sebagai badan otonom NU, IPNU-IPPNU mau tidak mau harus tetap melakukan hubungan konsultatif berkaitan dengan kebijakan politik NU. Namun, demikian pula sebaliknya, setiap kegiatan K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Ketua Umum PBNU akan berimbas kepada seluruh lembaga formal NU. Tekanan kepada NU dan lembaga-lembaganya yang sempat surut, kembali menguat menjelang Pemilu 1992. Di tengah-tengah maraknya ormas yang mencalonkan kembali Soeharto sebagai presiden RI periode 1993-1998, NU bertahan untuk tidak ikut dalam pernyataan dukung-mendukung ini. Sebagai akibat, tekanan kepada NU semakin meningkat..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Sifat-Sifat Huruf

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Al-quran sebagai kitab yang berisi firman-firman Allah SWT. Sebagai umat islam sudah seharusnya kita menjaga kitab yang menjadi pedoman umat islam. Al-qur’an merupakan kalamullah maka dalah segi pembacaannya mempunyai tatacara membacanya dalam arti kata kita mengetahui ilmunya agar tidak terjadi salah arti dalam membaca Al—Qur’an serta bacaannya haruslah tartil. Atas dasar tersebut para ulama menciptakan sebuah disiplin ilmu dalam membaca Al-Qur’an yatu Ilmu Tajwid. Ilmu tajwid di dalamnya menerangkan hukum-hukum bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam ilmu tajwid juga di bahas mengenai makhorijul huruf agar dalam segi pembacaannya ada perbadaan dalam semua huruf hijahiyah. Huruf hijahiyah mempunyai sifatul huruf dan sifat itulah yang membedakan masing-masing huruf hijahiyah. B.        Rumusan Masalah 1.       Ada berapa sifat-sifat huruf? 2.       Bagaimana cara mengucapkan atau melafalkan sifat-sifat huruf? BAB II

Makalah Peran dan Fungsi Media Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Media pembelajaran memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang kaya dan bervariasi, tidak saja membuat motivasi belajar meningkat, tetapi juga menjadikan hasil belajar lebih bermakna. Media pembelajaran dapat dimaknai sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas, terutama membantu dalam peningkatan prestasi belajar siswa dan membantu juga dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Namun, dalam implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah (lecture method) monoton masih cukup populer dikalangan guru da

PROSES BELAJAR MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN ISLAM

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya tabiin dan tabiat hingga sampai kepada kita sebagai umatnya. Alhamdulillah pada kesempatan ini penyusun telah menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam”. Sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Pada kesempatan ini penyusun sampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, yang telah memberikan arahan sehingga tugas ini terselesaikan dengan baik. Tidak lupa kepada teman-teman mahasiswa yang telah memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada penyusun. Penyusun menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Semoga dengan adanya makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian dan informasi kepada pihak-pihak yang akan mengembangkan lebih jauh untu