Langsung ke konten utama

Nikah Mut'ah (SMT 5)

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sudah menjadi kodrat alam, sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama manusia adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
Hidup bersama antara seorang pria dan wanita tersebut mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun terhadap keturunannya serta anggota masyarakat lainnya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu peraturan yang mengatur tentang hidup bersama tersebut.Dengan demikian sejak dulu kala hubungan pria dan wanita dalam perkawinan telah dikenal, walaupun dalam sistem yang beraneka ragam, mulai dari yang bersifat sederhana sampai kepada masyarakat yang berbudaya tinggi, baik yang pengaturannya melalui lembaga-lembaga masyarakat adat maupun denganperaturan perundangan yang dibentuk melalui lembaga kenegaraan serta ketentuan-ketentuan yang digariskan agama.
Berkaitan dengan kawin mut’ah atau kawin kontrak yang banyak terjadi di Indonesia dan  fatwa MUI yang mengharamkan adanya nikah mut’ah, namun masih  banyak sebagian masyarakat yang melakukan nikah mut’ah dengan tujuan hanya untuk mensejahterakan kehidupannya tanpa berbuat zina, dan untuk mengkaji sejauh mana perkembangan nikah mut’ah ini maka kami pemakalah mengkaji tentang nikah mut’ah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Nikah Mut’ah?
2.      Bagaimana hukum nikah Mut’ah?
3.      Bagaimana nikah Mut’ah menurut Undang-Undang?
C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian Nikah Mut’ah
2.      Untuk mengetahui hukum nikah Mut’ah
3.      Untuk mengetahui nikah Mut’ah menurut Undang-Undang


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Nikah Mut’ah (Kawin Kontrak Sementara)
Kawin kontrak atau kawin perjanjian. Kamus arab mendefinisikan mut’ah  sebagai “kesenangan, kegembiraan, kesukaan”. Kawin mut’ah merupakan bentuk perkawinan haram yang dijalankan dalam waktu singkat untuk mendapatkan sesuatu yang telah ditentukan. Perkawinan mut’ah adalah ikatan tali perkawinan antara seorang laki- laki dan wanita, dengan mahar yang telah disepakati, yang disebut dalam akad, sampai pada batas waktu yang telah ditentukan. Dengan berlalunya waktu yang telah disepakati, atau pengurangan batas waktu yang diberikan oleh laki- laki, maka berakhirlah ikatan pernikahan tersebut tanpa memerlukan proses perceraiaan.
Ibnu Qudaimah mengatakan:

نِكَاحُ الْمُتْعَةِ اَنْ يَّتَزَوَّجَ الْمَرْاَةَ مُدَّةً مِثْلَ اَنْ يَّقُوْلَ زَوَّجْتُكَ اِبْنَتِى شَهْرًا اَوْ سَنَةً اَوْ اِلَى ِانْقِضَاءِ الْمُوْسِمِ اَوْ قُدُوْمِ الْحَاجِ وَشِبْهِهِ سَوَاءٌ كَا نَتْ الْمُدَّةُ مَعْلُوْمَةً اَوْ مَجْهُوْلَةً
artinya “nikah Mut’ah adalah seseorang mengawini wanita (dengan terikat) hanya waktu tertentu saja, misalnya (seorang wali) mengatakan: saya mengawinakan putriku dengan engkau selama sebulan, atau setahun, atau habis musim ini, atau sampai berakhir perjalanan haji ini dan sebagainya. Sama halnya dengan waktu yang telah ditentukan atau yang belum  
Sayyid Saabiq mengatakan  :
نِكَاحُ الرَّجُلُ عَلَى الْمَرْاَةِ يَوْمًا اَوْ اَسْبُوعًا اَوْ شَهْرًا  وَيُسَمَّى بِالْمُتْعَةِ  لِآَنَّ الرَّجُلَ يَنْتَفِعُ وَيَتَبَلَّغَ بِالزِّواجِ وَيَتَمَتَّعٌ اِلَى الْاَ جَلِ الَّذِي وَقْتُهُ
Artinya “perkawinan Mut’ah adalah adanya seorang pria mengawi wanita selama sehari, atau seminggu. Dan dinamakan mut’ah karena laki- laki mengambil manfaat serta merasa cukup dengan melangsungkan perkawinan dengan bersenang- senang sampai kepada waktu yang telah ditentukan
Bertolak dari definisi di atas, maka penulis menarik suatu pengertian bahwa nikah mut’ah adalah suatu ikatan perkawinan yang terikat dengan waktu tertentu, sehingga bila waktu tersebut sudah habis, maka perempuan yang telah dikawini itu dinyatakan tertalak.

2.      Hukum Nikah Mut’ah Dalam Islam
Kawin mut’ah diperbolehkan pada masa awal pada pembentukan ajaran Islam, sebelum Syari’ah Islam ditetapkan secara lengkap sempurna. Kawin mut’ah diperbolehkan di hari- hari awal ketika seseorang melakukan perjalanan atau orang- orang sedang berperang melawan musuh. Alasan dibolehkannya Mut’ah adalah orang- orang yang masuk Islam dahulu, adalah tengah dalam proses peralihan zaman dari Jahiliah ke zaman Islam. Pada zaman Jahiliah, zina merupakan hal yang sangat wajar sampai tidak dianggap berdosa.
Lalu turun larangan Islam tentang hubungan riba dan minuman keras secara bertahap karena masyarakat sudah sangat akrab dengan riba dan minuman keras tersebut. Sementara kawin Mut’ah hanya diperbolehkan di masa- masa awal Islam karena orang- orang berjuang dimedan laga atau “Ghazwah”. Mereka yang imanya masih lemah mencoba melakukajn zina dimasa perang. Sedang orang yang kuat imanya menekan keinginannya dengan keras untuk mengendalikan hawa nafsunya. Abdullah bin Mas’ud pernah berkata sebagai berikut: “kami pernah berperang bersama Rasulallah SAW. Dan kami tidak menyertakan kaum perempuan. Maka kami bertanya kepada beliau, akapah kami boleh mengebiri diri,  Rasulallha SAW melarang kami melakukan pengebiran itu, dan mengizini kami mengawini  perempuan untuk sementara waktu dengan memberikan pakaian”.
Diriwayatkan pula oleh Ali bin Abi Thalib; “Aku menjalankan kepada Ibnu Abbas pada waktu perang Khibar”
اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُتْعَةِ وَعَنْ لُحُوْمِ الْحُوْرِ الْأَلْيَةِ زَمَنَ خَبِيْرٍ
“Sesungguhnya Rasulullah SAW. Melarang kawin Mut’ah dan memakan daging keledai ” (H.R Bukhari).
       Setelah Syari’ah sempurna, kawin Mut’ah di haramkan. Izin kawin sementara karena keadaan memaksa yang telah diberikan Nabi itu segera dikharamkan setelah pembukaan kota Makkah, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib.

أَنَّهُ عَزًا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى فُتْحِ مَكَّةَ فَأَذَّنَ لَهُمْ فِى مُتْعَةِ النِّسَاءِ فَقَالَ : فَلَمْ يَخْرُجْ حَتَّى حَرَمَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Sesungguhnya dia  beserta Nabi SAW. Ketika terjadi pertempuran untuk membuka kota Makkah. Nabi SAW. Mengizinkan para sahabat untuk kawin Mut’ah. Lalu Ali berkata: “Maka Nabi SAW tidak keluar dari kota Makkah itu sampai beliau mengharamkannya.”
Islam inggin membangun sebuah masyarakat yang sejahtera. Kawin Mut’ah jika dibolehkan, dapat menimbulkan lebih banyak masalah ketimbang yang dapat dipecahkannya. Bila kawin Mut’ah itu tidak dilarang, akan menimbulkan pelacuran. Para ulama telah sepakat menyatakan bahwa Kawin Mut’ah itu dikharamkan. Hanya pendapat Abdullah Bin Abbas  yang bertentangan dengan kesepakatan ini. Namun segera setelah melihat kawatnya keadaan dan orang- orang menyalahgunakan perkawinan Mut’ah ini yang hanya diperbolehkan di lingkungan wilayah pertempuran yang bergolak, tak lama kemudian dia mengharamkannya. (diriwayatkan oleh Bukhari).

3.      Nikah Mut’ah Di Tinjau dari  UU No.1 TAHUN 1974
Perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin diantara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sehingga perkawinan merupakan salah satu tujuan hidup manusia untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin, khususnya dalam rangka melanjutkan atau meneruskan keturunan dan diharapkan pula dengan adanya perkawinan mampu mewujudkan masyarakat yang sejahtera baik lahir maupun batin. Dalam perkembangan masyarakat sekarang ini, munculah istilah nikah mut’ah atau dalam bahasa indonesianya kawin kontrak. Nikah mut’ah atau kawin kontrak tidak diatur dalam UU No.1 tahun 1974, karena nikah mut’ah  merupakan sebuah fenomena baru dalam masyarakat. Nikah mut’ah menggambarkan sebuah perkawinan yang didasarkan pada kontrak atau kesepakatan-kesepakatan tertentu, yang mengatur mengenai jangka waktu perkawinan, imbalan bagi salah satu pihak, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan lain-lain. Nikah mut’ah merupakan perkawinan yang bersifat sementara, dan sangat menonjolkan nilai ekonomi, menyebabkan perkawinan ini berbeda dengan perkawinan.
Pada umumnya, sehingga nikah mut’ah dianggap menyimpang dari tujuan perkawinan yang mulia. Kawin kontrak (Nikah mut’ah) merupakan perkawinan berdasarkan kontrak yang dalam pelaksanaannya bersifat sementara, dan lebih menonjolkan nilai ekonomi, sehingga sangat bertentangan dengan perkawinan yang dikonsepkan dalam UU No.1 tahun 1974. Pelaksanaan kawin kontrak sangat bertentangan dengan asas-asas perkawinan dalam UU No.1 tahun 1974. Beberapa asas tersebut diantaranya adalah:
Tujuan perkawinan
Menurut UU No.1 tahun 1974, setiap perkawinan harus mempunyai tujuan membentuk keluarga/rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan yang tidak mempunyai tujuan ini, bukan perkawinan dalam arti yang dimaksud dalam UU No.1 tahun 1974 Pelaksanaan kawin kontrak sangat bertentangan dengan tujuan perkawinan dalam UU No.1 tahun 1974.
Kawin kontrak hanya bertujuan untuk menyalurkan kebutuhan biologis tanpa disertai keinginan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal, serta sangat mengharapkan keuntungan secara ekonomi dari dilaksanakannya perkawinan, selain itu memiliki keturunan bukan merupakan tujuan utama dalam kawin kontrak.



BAB III
KESIMPULAN
Perkawinan mut’ah adalah ikatan tali perkawinan antara seorang laki- laki dan wanita, dengan mahar yang telah disepakati, yang disebut dalam akad, sampai pada batas waktu yang telah ditentukan. Dengan berlalunya waktu yang telah disepakati, atau pengurangan batas waktu yang diberikan oleh laki- laki, maka berakhirlah ikatan pernikahan tersebut tanpa memerlukan proses perceraiaan.
Hukum nikah mut’ah haram , Diriwayatkan pula oleh Ali bin Abi Thalib; “Aku menjalankan kepada Ibnu Abbas pada waktu perang Khibar” , “Sesungguhnya Rasulullah SAW. Melarang kawin Mut’ah dan memakan daging keledai ” (H.R Bukhari).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Sifat-Sifat Huruf

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Al-quran sebagai kitab yang berisi firman-firman Allah SWT. Sebagai umat islam sudah seharusnya kita menjaga kitab yang menjadi pedoman umat islam. Al-qur’an merupakan kalamullah maka dalah segi pembacaannya mempunyai tatacara membacanya dalam arti kata kita mengetahui ilmunya agar tidak terjadi salah arti dalam membaca Al—Qur’an serta bacaannya haruslah tartil. Atas dasar tersebut para ulama menciptakan sebuah disiplin ilmu dalam membaca Al-Qur’an yatu Ilmu Tajwid. Ilmu tajwid di dalamnya menerangkan hukum-hukum bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam ilmu tajwid juga di bahas mengenai makhorijul huruf agar dalam segi pembacaannya ada perbadaan dalam semua huruf hijahiyah. Huruf hijahiyah mempunyai sifatul huruf dan sifat itulah yang membedakan masing-masing huruf hijahiyah. B.        Rumusan Masalah 1.       Ada berapa sifat-sifat huruf? 2.       Bagaimana cara mengucapkan atau melafalkan sifat-sifat huruf? BAB II

Makalah Peran dan Fungsi Media Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Media pembelajaran memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang kaya dan bervariasi, tidak saja membuat motivasi belajar meningkat, tetapi juga menjadikan hasil belajar lebih bermakna. Media pembelajaran dapat dimaknai sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas, terutama membantu dalam peningkatan prestasi belajar siswa dan membantu juga dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Namun, dalam implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah (lecture method) monoton masih cukup populer dikalangan guru da

PROSES BELAJAR MENGAJAR DALAM PENDIDIKAN ISLAM

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya tabiin dan tabiat hingga sampai kepada kita sebagai umatnya. Alhamdulillah pada kesempatan ini penyusun telah menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam”. Sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam. Pada kesempatan ini penyusun sampaikan ucapan terima kasih kepada Dosen mata kuliah Ilmu Pendidikan Islam, yang telah memberikan arahan sehingga tugas ini terselesaikan dengan baik. Tidak lupa kepada teman-teman mahasiswa yang telah memberikan dorongan semangat dan motivasi kepada penyusun. Penyusun menyadari bahwa dalam tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Semoga dengan adanya makalah ini bisa dijadikan sebagai bahan kajian dan informasi kepada pihak-pihak yang akan mengembangkan lebih jauh untu