A. Mukaddimah
Surat Ali-Imran termasuk kedalam surat Madaniyah. Surat Ali-Imran artinya keluarga Imran, kelompok ayat ini merupakan
penutup surat Ali Imran, secara garis besar Surat Ali-imran ayat 190-191 lebih
membuktikan tentang tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah SWT.
Surat Shad termasuk kedalam surat Makkiyah. Surat Shad ini tidak memiliki arti secara jelas dikarenakan ayat pertama
dari surat ini termasuk kedalam ayat mutasyabihat. Secara garis besar surat
Shad ayat 26 ini menjelaskan tentang tugas manusia sebagai khlaifah dibumi.
Surat Al-Mu’minun termasuk kedalam surat Makkiyah. Surat Al-Mu’minun ini memiliki arti orang-orang yang beriman. Secara
garis besar surat Al-Mu’minun ayat 26 ini lebih mengutamakan al – Haqq
(kebenaran/Al – Qur’an) dari pada hawa nafsu.
B. Terjemah
Q. S. Ali-imran: 190-191
cÎ)
Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
É#»n=ÏF÷z$#ur
È@ø©9$#
Í$pk¨]9$#ur
;M»tUy
Í<'rT[{
É=»t6ø9F{$#
ÇÊÒÉÈ tûïÏ%©!$#
tbrãä.õt
©!$#
$VJ»uÏ%
#Yqãèè%ur
4n?tãur
öNÎgÎ/qãZã_
tbrã¤6xÿtGtur
Îû
È,ù=yz
ÏNºuq»uK¡¡9$#
ÇÚöF{$#ur
$uZ/u
$tB
|Mø)n=yz
#x»yd
WxÏÜ»t/
y7oY»ysö6ß
$oYÉ)sù
z>#xtã
Í$¨Z9$#
ÇÊÒÊÈ
190. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari
siksa neraka.
Q. S. Shad: 26
ß¼ãr#y»t
$¯RÎ)
y7»oYù=yèy_
ZpxÿÎ=yz
Îû
ÇÚöF{$#
Läl÷n$$sù
tû÷üt/
Ĩ$¨Z9$#
Èd,ptø:$$Î/
wur
ÆìÎ7®Ks?
3uqygø9$#
y7¯=ÅÒãsù
`tã
È@Î6y
«!$#
4
¨bÎ)
tûïÏ%©!$#
tbq=ÅÒt
`tã
È@Î6y
«!$#
öNßgs9
Ò>#xtã
7Ïx©
$yJÎ/
(#qݡnS
tPöqt
É>$|¡Ïtø:$#
ÇËÏÈ
26. Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa)
di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan
mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Q. S. Al-mu’minun:
71
Èqs9ur
yìt7©?$#
,ysø9$#
öNèduä!#uq÷dr&
ÏNy|¡xÿs9
ÝVºuq»yJ¡¡9$#
ÞÚöF{$#ur
`tBur
ÆÎgÏù
4
ö@t/
Nßg»oY÷s?r&
öNÏdÌò2ÉÎ/
óOßgsù
`tã
NÏdÌø.Ï
cqàÊÌ÷èB
ÇÐÊÈ
71. andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan
itu.
C. Kosa Kata
Q. S. Ali-Imran: 190-191
ا لا لبا ب = Saripati
سبحا نك= Maha Suci Engkau
Q.S. Shad: 26
خليفة = Khalifah
جا عل = Akan Menjadikan
Q. S. Al-Mu’minun: 71
ا لحق = Kebenaran
بذ كر هم =
Peringatan
ا هواء هم = Hawa
nafsu mereka
D. Asbabun Nuzul
Q. S. Ali – Imran: 190
Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa orang Quraisy datang
kepada orang Yahudi untuk bertanya: “Mu’jizat apa yang dibawa musa kepada
kalian?” mereka menjawab: “Tongkat
dan tangannya terlihat putih bercahaya.“ Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani: “Mu’jizat
apa yang dibawa Isa kepada kalian?” mereka menjawab: “ Ia dapat menyembuhkan
orang buta sejak lahir hingga dapat melihat, menyembuhkan orang yang
berpenyakit sopak, dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi SAW dan berkata: “Hai Muhammad, coba
berdo’alah engkau kepada Rabbmu agar gunung shafa
ini dijadikan emas.” Lalu Rasulullah SAW berdo’a maka turunlah ayat 190 surat
Ali-Imran sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada, yang akan
lebih
besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akal. [Asbabun Nuzul, 2009; 124]
E. Penjelasan
Q. S. Ali – Imran: 190-191
Kelompok
Ayat ini adalah penutup surat Ali-Imran. Ini antara lain terlihat pada
uraian-uraiannya bersifat umum. Dijelaskan pada ayat sebelumnya yaitu ayat 189
bahwasannya kepemilikan Allah SWT atas alam
raya, disini Allah menguraikan sekelumit penciptaan-Nya itu serta memerintahkan
agar memikirkannya. Uraian surat ini memiliki tujuan utama yakni membuktikan
tentang tauhid , keesaan, dan kekuasaan Allah SWT.
Kata ( ا لا
لبا ب) al – albab adalah bentuk jamak dari (لب ) lubb yaitu saripati sesuatu.
Kacang, misalnya memiliki kulit yang menutupi isinya. Isi kacang dinamai lubb.
Ulul Albab adalah orang-orang yang memiliki akal yang murni, yang tidak
diselubungi oleh “kulit”, yakni kabut ide, yang dapat melahirkan kerancuan
dalam berpikir. Yang
merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang
sangat nyata tentang keesaan dan kekuassaan Allah SWT.
Ayat
ini mirip dengan ayat 164 surat Al – Baqarah, surat ini lebih menekankan kepada
bukti-bukti yang terbentang
dilangit. Ini karena bukti–bukti tersebut lebih menggugah hati dan pikiran, dan
lebih cepat mengantar seseorang untuk meraih rasa keagungan Illahi. Disisi lain
ayat ini ditutup dengan menyatakan bahwa
yang demikian itu merupakan tanda-tanda bagi orang yang berakal.
Kemudian
ayat 191 menjelaskan sebagian dari ciri-ciri siapa yang dinamai Ulul Albab,
yang disebut pada ayat yang lalu. Mereka adalah orang-orang, baik lelaki maupun
perempuan, yang terus menerus menngingat Allah, dengan ucapan atau hati dalam
seluruh situasi dan kondisi saat bekerja ataupun istirahat, sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring atau bagaimanapun dan mereka memikirkan
tentang penciptaan, yakni kejadian dan system kerja langit dan bumi setelah itu
berkata sebagai kesimpulan: “Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan alam raya
dan segala isinya ini dengan sia-sia, tanpa tujuan yang hak. Apa yang kami
alami, atau lihat atau dengan dari keburukan atau kekurangan, Mahasuci
Engkau
dari semua itu. Itu adalah ulah atau dosa dan kekurangan kami yang dapat
menjerumuskan kami kedalam siksa neraka, maka peliharalah
kami dalam siksa neraka. Karena Tuhan kami, kami tahu dan yakin benar bahwa
sesungguhnya siapa yang Engkau masukan kedalam neraka, maka sungguh telah
Engkau hinakan dia dengan mempermalukannya dihari kemudian sebagai seorang yang
zalim serta menyiksanya dengan siksa yang pedih. Tidak satu pun yang dapat
membelanya dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim siapapun satu penolong
pun.
Diatas,
terlihat bahwa objek zikir adalah Allah, sedang objek pikir adalah
makhluk-makhluk Allah berupa fenomena Alam, ini berarti pengenalan kepada Allah
lebih banyak didasarkan kepada kalbu, sedang
pengenalan alam raya oleh penggunaan akal, yakni berfikir. Akal memiliki
kebebasan seluas-luasnya untuk memikirkan fenomena alam, tetapi ia memiliki
keterbatasan dalam memikirkan Zat Allah. Karena itu, dapat dipahami sabda
Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim melalui Ibn ‘Abbas, “Berpikirlah
tentang makhluk Allah dan jangan berfikir tentang Allah.” [Tafsir Al–Mishbah,
2009, II; 370-372]
Allah
Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi,” yakni ihwal
ketinggian dan keluasan langit; ihwal kerendahan dan ketebalan bumi, serta
tanda-tanda yang bergerak maupun yang diam, lautan, hutan, pepohonan, barang
tambang, serta berbagai jenis makanan, warna, dan bau-bauan yang bermanfaat.
“serta pergantian malam dan siang” yang pergi dan datang
serta susul menyusul dalam hal panjang, pendek, dan sedangnya. Semua itu
merupakan penetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Oleh karena
itu, Allah Ta’ala berfirman, “Benar-Benar terdapat tanda kekuasaan bagi
orang-orang yang berakal“ sempurna
dan bersih yang dapat memahami hakikat berbagai perkara; bukan seperti
orang-orang tuli dan bisu yang tidak dapat memahami, yaitu orang-orang yang
dijelaskan Allah dengan, “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah)
dilangit dan di bumi yang dilalui oleh mereka, sedang mereka berpaling dari-NYA.
Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam
keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan lainnya).
Kemudian
Allah menyifati ulil-albab. Dia berfirman, “yaitu orang-orang yang mengingat
Allah ketika berdiri, duduk, dan berbaring. “Dalam Shahihain ditegaskan dari
Imran bin Hishin bahwa Rasulullah SAW,
bersabda “Dirikanlah shalat sambil berdiri. Jika kamu tidak mampu, maka sambil
duduk. Jika kamu tidak mampu, maka sambil berbaring. “Artinya, mereka tidak
henti-hentinya berdzikir dalam segala kondisi, baik dengan hati maupun
lisannya. “Dan mereka merenungkan penciptaan langit dan bumi. “Yakni, mereka
memahami ketetapan-ketetapan yang menunjukan kepada kebesaran Al–Khaliq,
pengetahuan, hikmah, pilihan, dan rahmat-Nya. [Tafsir Ibn katsir, -, -;
633-638]
Q. S. Shad: 26
Kata
(خليفة ) khalifah pada mulanya berarti yang
menggantikan atau yang datang sesudah
siapa yang datang sebelumnya. Pada masa Daud as
terjadi peperangan antara dua penguasa besar, Thalut dan Jalut.
Daud as adalah salah satu anggota pasukan Thalut. Kepandaiannya menggunakan
ketapel mengantarnya berhasil membunuh Jalut
dan setelah keberhasilannya itu serta setelah meninggalnya
Thalut,
Allah mengangkatnya sebagai khalifah.
Dalam
buku Membumikan Al–Qur’an, penulis mengemukakan bahwa terdapat persamaan antara
ayat yang membicarakan Nabi Daud as diatas dengan pengangkatan Nabi Adam as
sebagai khalifah. Kedua tokoh ini diangkat Allah menjadi khalifah di bumi
dan keduanya dianugerahi pengetahuan. Keduanya pernah tergelincir dan keduanya
memohon ampun lalu diterima permohonannya oleh Allah. Kesimpulannya, yang
pertama kata khalifah digunakan Al–Qur’an untuk siapa yang diberi kekuasaan
mengelola wilayah, baik luas maupun terbatas. Kedua seorang khalifah berpotensi
bahkan secara actual dapat melakukan kekeliruan akibat mengikuti hawa nafsu.
Dari
ayat diatas dapat dipahami juga bahwa kekhalifahan mengandung tiga unsur pokok,
yaitu : pertama, manusia yakni khalifah; kedua, wilayah yaitu yang ditunjuk
oleh ayat diatas; yang ketiga terdapat yang menganugerahkan tugas kekhalifahan,
dalam hal ini adalah Allah SWT. [Tafsir Al Mishbah, 2009, XII; 368-370]
Ini
adalah pesan dari Allah SWT kepada para penguasa agar memberikan keputusan
diantara manusia dengan kebenaran yang telah diturunkan dari sisi-Nya, tidak
menyimpang dari kebenaran itu. Jika menyimpang, mereka sesat dari jalan Allah.
Sesungguhnya Allah telah menyatukan baginya kenabian dan kekhalifahan, kemudian
Allah mengancam dia di dalam kitab-Nya, “Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan
kamu khalifah dibumi, maka berilah keputusan diantara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena dia akan menyesatkan kamu dari
jalan Allah! Dan Firman Allah SWT, “Seusungguhnya orang-orang yang sesat dari
jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan. [Tafsir Ibn Katsir, -, -; 68-69]
Q.
S. Al-Mu’minun: 71
Kata
( ا لحق) al-Haqq dalam ayat ini dapat berarti “Allah
SWT”, karena salah satu dari Ashma’ al-Husna’ adalah al-Haqq. Ia dapat juga
berarti “al-Qur’an” atau “Kebenaran” secara umum termasuk di dalamnya al-Qur’an
dan al-Hadits. Dengan demikian maksud ayat ini adalah “Seandainya ketetapan
Allah berjalan mengikuti keinginan hawa nafsu orang-orang kafir, tentu tata
aturan yang melandasi langit dan bumi serta makhluk-makhluk lainnya tidak akan
berjalan dengan baik bahkan akan menjadi kacau.
Thabathaba’I
menjelaskan hal ini bahwa menurutnya; manusia adalah satu kenyataan alam yang
berkaitan wujudnya dengan wujud alam raya seluruhnya. Manusia selaku jenis
makhluk tertentu, mempunyai tujuan yang pencapaiannya merupakan kebahagiaan.
Allah SWT telah menetapkan bagi manusia jalan yang harus ditempuhnya guna
mencapai kebahagiaan itu. Jalan itu adalah aqidah dan amal yang berakhir dengan
kebahagiaan dimaksud. Jalan inilah yang dinamai agama.
Secara
sederhana, dapat juga dikatakan bahwa hidup manusia sebagai individu dan
masyarakat akan hancur berantakan jika masing-masing mengikuti hawa nafsu dan
keinginannya. Agama dapat diibaratkan dengan peraturan lalu lintas. Jika,
setiap pejalan dan pengendara mengikuti keinginannya tanpa menghiraukan etika
dan peraturan lalu lintas, pastilah dimana-mana akan terjadi tabrakan dan lalu
lintas pun akan mengalami kemacetan dan pengemudi serta pengendara akan sangat terganggu lahir dan
batin.
Kata
(ذ كر)
dzikr pada firman-Nya:( بذ
كر هم) bi dzikrihim ada yang memahaminya dalam arti peringatan dan ada
juga dalam arti kebanggaan. Thabathaba’I memahaminya dalam arti peringatan.
Al-Qur’an adalah peringatan buat semua manusia sekaligus ia adalah kebanggaan.
Ada juga yang memahami kata dzikr dalam arti kitab suci dan yang dimaksud
adalah kitab yang pernah diharapkan turunnya oleh kaum musyrikin ketika mereka
berkata: “Kalau sekiranya disisi kami ada dzikran, yakni sebuah kitab yang
serupa diturunkan kepada orang-ornag dahulu, maka pastilah kami menjadi
hamba-hamba Allah yang terpilih.” (Q. S. ash-Shaffat: 168-169). [Tafsir
Al-Mishbah, 2009, VIII; 391-394]
F.
Hikmah Tarbiyah
1.
Mengingatkan kita (manusia) agar selalu memohon ampun
kepada Allah SWT.
2.
Tugas utama manusia di dunia adalah sebagai Khalifah.
3.
Lebih mensyukuri atas segala karunia Allah SWT.
4.
Lebih mengingatka manusia terhadap adanya hari akhir.
5.
Mengingatkan manusia agar lebih mengutamakan al-Haqq
(kebenaran/Al-Qur’an) dalam kehidupannya di dunia.
6.
Mencegah manusia dari perbuatan yang melanggar
aturan-aturan dalam Al-Qur’an.
G. Kesimpulan
Dengan uraian beberapa ayat Al – Qur’an tentang kedudukan
akal dan hawa nafsu dalam pendidikan Islam memberikan perenungan bahwa akal
dalam penjelasan diatas lebih kepada Al-Haqq (kebenaran), kedudukannya lebih
utama dibandingkan hawa nafsu. Ayat-ayat diatas lebih menekankan kepada
bukti-bukti penciptaan Allah sebagaimana tanda kekuasaan-Nya menjadi bukti
bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki akal yang murni.
H.
Referensi
Quraish Shihab, Al-Misbah Volume II, VIII, XII: 2009, -.
Ibnu Katsir, Ibnu Katsir Volume IV: -, -.
HASIL DISKUSI
1.
Elga
Bagaimana Fungsi Akal dan Hawa Nafsu menurut Al-Qur’an? Lalu
bagaimana korelasinya antara akal dan hawa nafsu tersebut?
2.
Usti
Apa maksud dari Hadits; Rasulullah SAW Bersabda, yang diriwayatkan
oleh Abu Nu’aim melalui Ibn Abbas, “Berfikirlah tentang makhluk Allah dan
jangan berfikir tentang Allah” ?
3.
Kamaludin
Penjelasan singkat tentang uraian surat Al-Mu’minun : 71 dan
kedudukan akal disini seperti apa bila dicontohkan dengan seorang pencuri,
seorang pencuri mencuri itu atas dasar akal yang sadar namun tidak bisa
mengendalikan hawa nafsu, itu bagaimana?
4.
Diki
Jelaskan maksud dari kata Al-albab yang disini diartikan saripati
sesuatu, dan apa yang dimaksud dengan kacang didalam penjelasan kata ini? Lalu
siapakah yang dinamai ulu albab disini?
5.
Halimah
Jelaskan maksud dari tafsir surat Shad : 26, dan apa hubungannya
dengan kedudukan akal dan hawa nafsu?
6.
Rifkya
Bagaimana kedudukan Akal, Hati dan hawa Nafsu?
Komentar