Langsung ke konten utama

Prespektif Islam tentang Anti korup (SMT 4)

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terdapat banyak ungkapan yang dapat di pakai untuk menggambarkan pengertian korupsi, meskipun tidak seutuhnya benar. Akan tetapi tidak terlalu menjauh dari hakikat dan pengertian korupsi itu sendiri. Ada sebagian yang menggunakan istilah “ikhtilas” untuk menyebutkan prilaku koruptor, meskipun dalam kamus di temukan arti aslinya yaitu mencopet atau merampas harta orang lain. Sementara itu terdapat pengungkapan “Ghulul” dan mengistilahkan “Akhdul Amwal Bil Bathil”, sebagaimana disebutkan oleh al-qur’an dalam surat al-baqarah : 188
وَلا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقاً مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui

Realitanya praktikal korupsi yang selama ini terjadi ialah berkaitan dengan pemerintahan sebuah Negara atau public office, sebab esensi korupsi merupakan prilaku yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku di pemerintahan yang terletak pada penggunaan kekuasaan dan wewenang yang terkadung dalam suatu jabatan di sau pihak dan di pihak lain terdapat unsure perolehan atau keuntungan, baik berupa uang atau lainnya. Sehingga tidak salah apabila ada yang memberikan definisi korupsi dengan ungkapan “Akhdul Amwal Hukumah Bil Bathil” apapun istilahnya, korupsi laksana dunia hantu dalam kehidupan manusia. Mengapa saya mengungkapkan dunia hantu, sebab dunia hantu merupakan dunia yang tidak tampak wujut jasadnya, akan tetapi hanya dapat dirasakan dampaknya. Dunia hantu merupakan sebuah ilusi-fantasi yang mengimplikasikan terhadap dunia ketidak jujuran, kebohongan, dan hilangnya sebuah kepercayaan


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Nilai Normatif Islam dan Anti Korupsi

Salah satu strategi yang dilakukan untuk memerangi korupsi adalah dengan dirancangnya pendidikan antikorupsi oleh beberapa lembaga pendidikan. Gagasan ini lahir dimaksudkan untuk membasmi korupsi melalui persilangan (intersection) antara pendidikan watak dan pendidikan kewarganegaraan. Disamping itu, pendidikan untuk mengurangi korupsi berupa pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi.
Dengan demikian manusia-manusia yang lahir melalui sektor pendidikan adalah manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, beriman, berakhlak mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta sebagai warga negara yang bertanggung jawab. Dan disaat institusi lain tidak berdaya melakukan perlawanan terhadap korupsi, maka institusi pendidikan (Islam) dapat dijadikan benteng terakhir tempat menyebarkan nilai-nilai antikorupsi.
Nilai-nila Normatif Islam dan Anti Korupsi juga terbagi atas tiga perkara antara lain yaitu:

A.    Larangan suap dan hadiah bagi Pejabat.

Menyuap  dalam masalah hukum adalah memberikan sesuatu, baik berupa uang maupun lainya kepada penegak hukum agar terlepas  dari ancaman hukum atau mendapat hukum ringan.
Perbuatan seperti itu sangat dilarang dalam Islam dan disepakati oleh para ulama sebagai perbuatan haram. Harta yang diterima dari hasil menyuap tersebut tergolong dalam harta yang diperoleh melalui jalan batil. Allah SWT berfirman dalam al Qur'an

Artinya:Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil,(janganlah kamu)membawa (urusan )harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian pada harta benda orang lain dengan(jalan) berbuat dosa padahal kamu mengetahui.(al Baqarah:188)

Suap-menyuap sangat berbahaya dalam kehidupan masyarakat karena akan merusak berbagai tatanan atas sistem dalam masyarakat, dan menyebabkan terjadinya kecerobohan dan kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang. Akibatnya terjadi kekacauan dan ketidakadilan .  dengan suap, banyak para pelanggar yang seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat hukuman ringan, bahkan lolos dari jeratan hukum. sebaliknya, banyak pelanggar hukum kecil, yang dilakukan oleh orang kecil mendapat hukuman sangat berat karena tidak memiliki  uang untuk menyuap para hakim. Tak heran bila seorang pujangga sebagaimana yang dikutip yusuf al Qardawy, menyindir tentang suap dalam kata-katanya:
Jika anda tidak dapat mendapat sesuatu
Yang anda butuhkan
Sedangkan anda sangat menginginkan
Maka kirimlah juruh damai
Dan janganlah pesan apa-apa
Juruh damai itu adalah uang
Bagaimanapun juga, seorang hakim yang  telah mendapatkan uang suap tidak mungkin dapat berbuat adil. Ia akan membolak balikkan supremasi hukum. Apalagi kalau perundang–undangan yang digunakannya hasil buatan manusia, Mudah sekali baginya untuk megutak atiknya sesuai dengan kehendaknya. Lama-kelamaan masyarakat terutama golongan kecil tidak akan percaya lagi pada penegak hukum karna selalu menjadi pihak yang dirugikan.. Dengan demikian, hukum rimbah yang berlaku,yaitu siapa yang kuat siapa yang menang.
Islam melarang perbuatan tersebut, bahkan menggolongkannya sebagai salah satu dosa besar, yang dilaknat oleh Allah dan Rasul-Nya.karna perbuatan tersebut tidak hanya melecehkan hukum, tetapi lebih jauh lagi melecehkan hak seseorang untuk mendapat perlakuan yang sama didepan hukum. Oleh karena itu, seorang hakim hendaklah tidak menerima pemberian apapun dan dari pihak siapapun selain gajinya sebagai hakim.
Untuk mengurangi perbuatan suap-menyuap dalam masalah hukum, jabatan hakim lebih utama diberikan kepada orang yang berkecukupan dari pada dijabat oleh mereka yang hidupnya serba kekurangan karena kemiskinan seorang hakim akan mudah membawa dirinya untuk berusaha mendapatkan sesuatu yang bukan haknya.
Sebenarnya, suap-menyuap  tidak hanya dilarang dalam masalah hukum saja, tetapi dalam berbagai aktifitas dan kegiatan. dalam beberapa hadis lainnya, suap-menyuap tidak dikhususkan terhadap masalah hukum saja, tetapi bersifat umum, seperti dalam hadis:
Artinya: Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW. Melaknat penyuap dan orang yang disuap(H.R turmudzi)
Misalnya dalam penerimaan tenaga kerja, jika didasarkan pada besarnya uang suap, bukan pada profesionalisme dan kemanpuan, hal ini diyakini akan merusak kualitas dan kuantitas hasil kerja, bahkan tidak tertutup kemugkinan bahwa pekerja tersebut tidak  manpu melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, sehingga akan merugikan rakyat.
 Bagi orang yang diberi hadiah, disunnahkan untuk menerimanya meskipun hadiah tersebut kelihatannya hina dan tidak berguna, Nabi bersabda yang artinya:
“dari anas r.a. bahwa NAbi SAW bersabda,’kalau saya diberi hadiah keledai, pasti akan saya terima.’(H.R.Turmudzi)
Oleh karena itu, Islam melarang seorag pejabat atau petugas Negara dalam posisi apapun untuk menerima atau memperleh hadiah dari siapapun karena hal itu tidaklah layak dan dapat menimbulkan fitna.Disamping sudah mendapatkan gaji dari negara , alasan pemberan hadiah tersebut berkat kedudukannya. Bila ia tidak memiliki kududukan atau jabatan ,belum tengtu orang-orang tersebut akan memberinya hadiah. Sebagaimana dalam hadis diatas bahwa jika ia hanya tidak menjabat dan hanya diam dirumah, tidak ada seorangpun yang memberi hadiah kepadanya.
Jadi  sangatlah pantas kalau Rasulullah melarang seorang pegawai atau seorang petugas negara untuk menerima hadiah karena menimbulkan kemudaratan walaupun pada asalnya menerima hadiah itu dianjurkan.

B.     Larangan Ifsad dan Gulul

Islam mengistilahkan korupsi dalam beberapa etimologi sesuai jenis atau bentuk korupsi yang dilakukan, diantaranya:
a.       Risywah, yaitu suap menyuap atau pungutan-pungutan liar dengan kesepakatan kedua belah pihak.
b.      Al-Ghasbu, yaitu apabila pungutan liar yang telah disebutkan di atas bersifat memaksa. Seperti apabila seseoarang tidak memberikan sejumlah uang, maka urusannya akan dipersulit. Hal ini pun dapat disebut sebagai pungutan liar (al-maksu).
c.       Mark up atau penggelembungan dana dalam berbagai proyek disebut sebagai penipuan (al-ghurur).
d.      Pemalsuan data disebut dengan al-khiyanah.
e.       Penggelapan uang negara dapat dikategorikan sebagai al-ghulul.

Pertama, risywah menurut bahasa adalah sesuatu yang dapat menghantarkan tujuan dengan segala cara agar tujuan tersebut dapat tercapai. Definisi tersebut diambil dari kata rosyayang bermakna tali timba yang dipergunakan untuk tali timba dari sumur. Sedangkan ar-raasyiadalah orang yang memberikan sesuatu kepada pihak kedua untuk mendukung maksud jahat dari perbuatannya. Lalu ar-roisyi adalah mediator atau penghubung antara pemberi suap dan penerima suap, sedangkan penerima suap disebut sebagai al-murtasyi.
Menurut Dr. Yusuf Qaradhawi mendefinisikan risywah yaitu sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau jabatan (apa saja) untuk menyukseskan perkaranya dengan mengalahkan lawan-lawannya sesuai dengan apa-apa yang diinginkan atau untuk memberikan peluang kepadanya (seperti tender) atau menyingkirkan lawan-lawannya.
Dari definisi yang diungkapkan di atas, bahwa risywah adalah bagian dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap menyuap kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang agar tujuannya dapat tercapai atau memudahkan kepada tujuan dari orang yang menyuapnya tersebut. Salah satu bagian dari bentuk korupsi inilah yang telah merusak moral dan struktur keadilan dalam setiap lini kehidupan masyarakat. Karena dengan suap menyuap, keadilan dalam proses hukum tidak dapat tercapai atau dapat memengaruhi keputusan seorang hakim dengan nominal uang yang dapat menggetarkan iman seorang penegak hukum. Bahkan suap menyuap yang dikenal oleh masyarakat sebagai tindakan “menyogok” sudah biasa dilakukan, misalnya dalam kasus pengendara sepeda motor yang kerapkali terkena tilang dari petugas kepolisian lalu lintas. Maka dengan beberapa lembar uang, perkara pun telah selesai. Hal inilah yang mengindikasikan bahwa risywah telah merasuk dalam berbagai struktur masyarakat.
Kedua, al-ghulul yaitu perbuatan menggelapkan kas negara atau baitul mal atau dalam literatur sejarah Islam menyebutnya dengan mencuri harta rampasan perang atau menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki sebelum menyampaikannya ke tempat pembagian. oleh karena itu, perbuatan yang termasuk kepada kategori al-ghulul ialah:

a.       Mencuri ghanimah (harta rampasan perang).
b.      Menggelapkan kas negara.
c.       Menggelapkan zakat.

Ketiga, al-maksu adalah perbuatan memungut cukai yakni mengambil apa yang bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya pula. Perbuatan ini diidentikan kepada pungutan liar yang biasanya terjadi ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang kemudian dibebankan sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut cukai dengan tanpa kerelaan dari orang yang dipungutnya tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh korbannya, maka urusan orang tersebut akan dipersulit oleh pelaku pemungut cukai. Inilahyang kemudian disebut dengan al- maksu






C.    Keharusan Jujur dan Amanah bagi Pemimpin atau Pejabat Publik

Pemimpin terkadang didefinisikan sebagai orang yang mampu dan memiliki kemampuan mengatur, mengelola, serta menggiring diri, kelompok, agama, bangsa, atau bahkan dunia. Tapi, lebih dari itu, pemimpin merupakan sebuah konsep keteladanan.
Dalam hal keteladanan alangkah baiknya kita belajar dari konsep kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu :

1.      Siddiq

Siddiq, berkata benar. Seorang pemimpin memang sudah seharusnya memiliki sifat ini. Setiap perkataannya mengandung sebuah kebaikan dan kebenaran. Bagaimana mungkin kita dapat meneladani seorang pemimpin yang suka berbohong kepada rakyatnya. Hari ini berkata tentang A, besok berdalih ke B.
Ketika seorang pemimpin sudah tak dapat lagi dipegang kata-katanya, maka apalagi yang perlu kita teladani dan dipatuhi. Oleh sebab itu, pemimpin yang seperti ini tidak akan mendapat simpati dari masyarakatnya, dari pendukungnya, apalagi dari pihak oposisinya.
Ciri pemimpin yang sering mendustai rakyatnya tentu saja tidak akan memimpin dengan baik, karena ia sering membohongi nuraninya untuk berkata dusta. Sebaliknya, pemimpin yang berkata benar, maka ia tidak akan tega membohongi rakyatnya.
Seperti yang sudah Rasulullah Saw. katakan, apabila putrinya (Fatimah) mencuri, maka ia sendiri yang akan memotong tangannya. Begitulah kebenaran diletakkan di fase terbaik sepanjang zaman, yakni fase ketika Rasulullah menjadi khalifah atau pemimpin. Perkataan yang benar, tentu saja akan melahirkan sebuah keadilan dan kebaikan-kebaikan lain.


2. Amanah

Amanah adalah menjalankan tugas dan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Amanah ini memang selayaknya melekat dalam diri seorang pemimpin. Karena saat mengemban tugas sebagai seorang pemimpin, maka pertama kali yang harus ia pegang adalah amanah.
Tidak alasan lain bagi seorang pemimpin, jika ia tidak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh rakyatnya. Semua itu hanya bisa dilakukan oleh seorang pemimpin yang dengan kesungguhan hatinya telah menetapkan, serta meneguhkan hatinya untuk bersikap amanah terhadap tugas besar yang diembannya.
Kesadaran akan amanah ini yang menjadi kunci keberhasilan dalam memimpin. Jika pun pemimpin tersebut tidak berhasil, maka sesungguhnya kesungguhan hatinya akan dapat dirasakan oleh rakyatnya. Sehingga, bukan cacian serta hujatan yang ia terima, akan tetapi dukungan moril dari rakyatnya.

3. Tabligh

Tabligh adalah menyampaikan. Bagi seorang utusan Allah, menyampaikan artinya memberi pesan pada kaumnya, untuk melakukan apa-apa yang Allah perintahkan dan mencegah dari apa-apa yang Allah larang.
Ketika menyampaikan sesuatu hal, tidak ada hal lain yang disembunyikan dari rakyatnya kecuali rahasia-rahasia yang memang tidak boleh diketahui banyak orang dan apabila diketahui banyak orang maka dampak buruk yang timbul lebih besar, misalnya seperti strategi perang dan sebagainya.
Pemimpin yang baik, harusnya menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan, walaupun pahit untuk disampaikan, misalnya dalam memberantas korupsi. Katakan dan sampaikan dengan tegas, apabila ia mengetahui apabila ada rekannya atau bawahannya yang melakukan tindakan ini. Maka dengan ketegasan, sampaikan pembuktian yang sebenarnya. Hitam adalah hitam dan putih adalah putih.

4. Fathonah

Fathonah adalah cerdas. Pemimpin memang sudah seharusnya memiliki kecerdasan, baik dari segi intelektualitas maupun dalam kecakapannya dalam memimpin.
Kecerdasan ini akan terwujud dari keprofesionalitasannya dan kemampuannya dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh rakyatnya. Jangan sampai pemimpin yang kita pilih tidak memiliki pengetahuan mengenai siapa yang dipimpinnya dan seperti apa negara yang dipimpinnya. 
Kolaborasi empat sifat ini apabila dimiliki oleh Presiden Indonesia di masa mendatang, akan menghasilkan sosok pemimpin idaman. Inilah yang selama ini dinanti-nantikan kehadirannya untuk mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik.

D.    Hukuman Bagi Koruptor menurut Prespektif Islam

Koruptor adalah musuh terbesar bangsa ini. Mereka telah merusak seluruh sistem kehidupan dan mengubur nilai-nilai Agama dan warisan luhur para pendiri bangsa. Sehingga berakibat pada rapuhnya pembangunan, lumpuhnya ekonomi, lemahnya penegakan hukum, tersumbatnya pendidikan, meningkatnya angka kemiskinan dan pada akhirnya berpotensi menghancurkan bangsa ini. Sungguh tindakan korupsi merupakan perbuatan keji dan berbahaya.

Dan wajar jika seluruh Agama besar di Dunia ini melarang tindakan korupsi dan mengutuk para pelakunya. Bahkan dalam Islam, tindakan korupsi merupakan dosa besar dan pelakunya harus diberikan sangsi yang tegas.

Menurut ajaran Islam, korupsi dapat dikategorikan dalam tindakan ghulul/penggelapan (Q.S. Ali-Imran/3: 161), mengambil harta dengan cara yang batil (Q.S. al-Baqarah/2: 188), seperti, suap (risywah), aklu al-suht atau mengambil harta orang lain dengan cara yang diharamkan (Q.S. al-Maidah/5: 62). Dalam perspektif al-Qur’an, setiap perbuatan yang dilarang akan menimbulkan kemudharatan (dampak negatif), dan setiap kemudharatan harus ditolak. Bagi yang tetap melakukan larangan Allah swt, akan mendapat celaan dan hukuman baik di dunia maupun akhirat. Adapun hukuman duniawi bagi koruptor dalam Islam adalah hukuman ta’zir.

Ta’zir adalah sebuah sangsi hukum yang diberlakukan kepada seorang pelaku jarimah atau tindak pidana yang melakukan pelanggaran-pelanggaran baik yang berkaitan dengan hak-hak Allah maupun hak-hak manusia, dan pelanggaran yang dimaksud tidak termasuk dalam kategori hukuman hudud, qishas dan kaffarat. Hukuman ta’zir tidak ditentukan secara langsung oleh al-Qur’an dan al-Hadits, oleh karena itu jenis hukuman ta’zir menjadi wewenag hakim dan penguasa setempat (M. Nurul Irfan, 2009: 151).

Namun demikian, dalam memutuskan suatu jenis dan ukuran sangsi ta’zir ini, penguasa negara dan hakim setempat tetap harus memperhatikan isyarat-isyarat dan petunjuk nash keagamaan secara teliti, baik dan mendalam, sebab hal ini menyangkut kepentingan dan kemaslahatan umum atau masyarakat dalam sebuah negara. Sehingga dengan demikian, penerapan hukuman ta’zir dapat berfungsi untuk mencegah pelaku tindak pidana dari rutinitas kejahatannya dan menolak pelaku dari berbuat kemaksiatan. Demikian ditegaskan oleh Ibnu Manzur dalam Lisan al-‘Arab.

Oleh karena hukuman ta’zir tidak disebutkan langsung dalam al-Qur’an dan al-Hadits, maka para ulama berbeda pendapat mengenai jenis dan bentuk hukuman ta’zir yang boleh dijatuhkan. Sebagian ulama membatasi hukuman ta’zir tidak boleh melewati hukuman hudud dan qishas. Namun sebagian lain berpendapat bahwa hukuman ta’zir dapat lebih berat dari hukuman hudud bahkan dapat dijatuhkan hukuman mati jika tindak pidana yang dilakukan menimbulkan mudharat yang besar. Pendapat ini dijelaskan oleh beberapa ulama kontemporer seperti Abdul Qadir Audah dalam kitab at-Tasyrri’ al-Jina’i al-Islami Muqaranan bi al-Qanun al-Wad’i dan Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab al-Fiqhu al-Islam Wa Adillatuhu.

Adapun pelaksanaan hukuman ta’zir bagi koruptor di Indonesia menurut Azzumardi Azra tidak dapat dilaksanakan. Karena hukuman ta’zir hanya bisa diterapkan di Negara Islam, sementara Indonesia bukanlah Negara Islam (dalam M. Nurul Irfan, 2009: 273). Akan tetapi di antara beberapa macam dan bentuk hukuman ta’zir dalam Islam terdapat tiga macam hukuman yang disebutkan dalam undang-undang No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu; hukuman mati, hukuman penjara dan hukuman ganti rugi/denda.

Hukuman mati yang tertera dalam pasal 2 ayat 1 dan 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi dapat dijatuhkan jika tindakan korupsi dilakukan dengan jumlah besar dan Negara sedang dalam keadaan krisis atau tertimpa bencana besar, sehingga tindakan korupsi tersebut meminbulkan kemudharatan yang lebih besar.

Beberapa jenis hukuman yang disebutkan dalam undang-undang tindak pidana korupsi di atas, sebenarnya sudah sangat ampuh untuk memberantas para koruptor jika diterapkan dengan tegas dan adil tanpa diskriminasi. Hanya saja, di Negeri ini hukuman untuk sang koruptor masih terlalu lemah dan terkadang mengubur nilai-nilai keadilan. Para penegak hukum lebih bergairah menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada masyarakat awam yang mencuri semangka dan buah pisang dari pada menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada para koruptor kelas kakap yang telah merugikan negara miliaran bahkan triliunan rupiah.

Oleh karena itu, harus ada batasan dan ketentuan yang jelas dan tegas tentang hukuman bagi para koruptor. Hukuman untuk para koruptor harus disesuaikan dengan besar kecilnya kasus korupsi yang dilakukan. Mulai dari hukuman ganti rugi/denda, hukuman penjara hingga hukuman mati harus ditegakkan dengan tegas dan adil tanpa diskriminasi.

Selain itu juga perlu diberikan hukuman tambahan berupa penyitaan harta yang terbukti diperoleh dari hasil korupsi dan dikembalikan kepada Negara untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini juga sesuai dengan konsep al-Qur’an dan al-Hadits, bahwa seseorang yang mengambil harta orang lain akan diampuni kesalahannya setelah ia meminta maaf dan mengembalikan harta yang diambilnya/dikorupsi kepada pemiliknya. Semoga. Wallahu A’lam Bissawab.
HUBUNGAN AGAMA DAN KORUPSI
Bagi kaum moralis, fenomena koruptor yang rajin beribadah akan dipandang sebagai bentuk pelecehan terhadap agama. Dalam Islam, sejak awal stigma munafik telah diberikan kepada orang2 yang sengaja memfungsikan Islam sebagai kedok. Dalam Islam, orang munafik dipandang sebagai musuh yang paling berbahaya bahkan dalam Al-Qur’an dan hadits pun banyak disebutkan bahwa kaum munafik adalah sangat dikutuk oleh Allah Swt.

Faktanya sekarang di Indonesia banyak koruptor yang beragama Islam. Mereka mengobarkan api kebencian kepada Barat untuk mengalihkan perhatian publik sehingga terbentuk opini bahwa musuh Islam adalah Barat dan bukan korupsi itu sendiri. Sedangkan kalo kita mau meneliti lebih jauh lagi bahwa penyebab kemelaratan Indonesia bukanlah Barat melainkan korupsi yang merajalela.
Banyaknya fakta bahwa para koruptor rajin beribadah, khususnya mengadakan acara doa bersama atau syukuran naik haji menunjukkan kesan bahwa para kyai/ulama seolah-olah mengamini tindakan korupsi. Kesan tersebut bisa saja menyakitkan, tapi layak diungkapkan. Sebab itu didukung oleh fakta yang cenderung semakin fenomenal.
Fenomena memfungsikan agama sebagai kedok serta kemunafikan para koruptor sering sangat mudah dilihat setiap menjelang kampanye Pemilu dan Pilkada. Betapa banyak elit politik yang terindikasi korup berlomba-lomba memberikan sumbangan dana pembangunan Masjid atau Pesantren untuk mendapatkan fatwa dan dukungan politik dari kyai/ulama dan pengikutnya. Gilanya, semua kyai/ulama tersebut justru gembira dan tidak ada yang keberatan atau sekedar mengkritik perilaku munafik . Contoh lain adalah elit politik yang terindikasi korup banyak yang masuk menjadi anggota partai yang berasaskan agama (lihat kasus Tifatul Sembiring (PKS) yg bermaksud membuat UU penyadapan yang mengkebiri KPK atau Al Amin Nasution (PPP) yang tersangkut kasus korupsi dsb.). Kisruh KKN yang terjadi setiap Penyelenggaraan Ibadah Haji yang melibatkan para pejabat Departemen Agama. Siaran langsung dari televisi tentang hari2 besar agama dan sholat bersama di masjid Istiqlal yang dihadiri para elit politik yang terindikasi korup yang bersanding dengan para kyai/ulama.

Fenomena semakin merajalelanya korupsi cenderung dibiarakan oleh para kyai/ulama bahkan melalui pengajian para kyai/ulama tersebut senantiasa sengaja berkhotbah tentang hal-hal yang sama sekali tidak menyentuh fenomena korupsi yang semakin merajalela saat ini lucunya para ulama/tersebut sering memperlakukan jama’ahnya seperti anak kecil, mereka sering mendongeng cerita tentang nabi2 terdahulu dengan tujuan menggembosi kemampuan kritis para jama’ahnya terhadap masalah korupsi yang notabene merupakan akar dari segala masalah yang terjadi di Indonesia. Lihat saja sekarang kasus Bank Century, tidak ada kyai/ulama (kecuali GusDur) yang berdiri mendukung dibelakang gerakan massa yang menuntut penuntasan kasus Bank Century yang melibatkan banyak elit politik. Tentu saja hal ini menyedihkan karena diberbagai kesempatan kita selalu terbuai dengan jargon2 “Inidonesia adalah Negara dengan mayoritas muslim”

Solusi dari masalah diatas adalah dengan Revitalisasi agama yang meliputi :1. kyai/ulama harus netral kalo perlu Golput sekalian di setiap Pemilu dan Pilkada2. pemuka agama serta umat beragama harus segera memutuskan hubungan dengan semua pejabat Negara/elit politik yang terindikasi korup. Dengan jalan, menolak tegas undangan acara doa bersama atau syukuran yang diselenggarakan oleh pejabat Negara/elit politik yang terindikasi korup.Dengan cara demikian, ada kemungkinan kaum koruptor tidak semakin ugal-ugalan menjadikan agama sebagai kedok.

Dengan revitalisasi agama, fenomena koruptor tampak religius yang identik dengan merajalelanya kauam munafik yang mengadakan korupsi berjama’ah mungkin akan segera dapat dibabat habis.



BAB III
KESIMPULAN
Pandangan dan sikap Islam terhadap korupsi sangat tegas: haram dan melarang. Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain karena secara prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin menegakkan keadilan sosial dan kemaslahatan semesta
Dalam sejarah Islam dikutip kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz, salah seorang Khalifah Bani Umayyah, sebagai prototipe Muslim anti korupsi. Umar bin Abdul Aziz adalah figur extra-ordernary, suatu figur unik di tengah-tengah para pemimpin yang korup dalam komunitas istana.
Salah satu aturan Islam adalah mencari kehidupan dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada ummatnya agar dalam mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji dalam pandangan syara`. Bagi umat Islam yang paling berat adalah sanksi terhadap pelaku korupsi di akhirat. Berdasarkan tafsir dan Fiqih, Korupsi dapat mencegah pelakunya masuk surga. Dari keterangan di atas, dapat dipahami bahwa korupsi adalah pekerjaan yang diharamkan karena termasuk memakan harta orang lain dengan cara tidak sah.


DAFTAR PUSTAKA
*      Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahnya.1998. Surabaya: Al Hidayah
*      Departemen Agama RI., Alquran dan Terjemahnyanya (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 13.
*      Evi Hartanti, S.H. Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Sinar Grafika, 2005.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Sifat-Sifat Huruf

BAB I PENDAHULUAN A.       Latar Belakang Al-quran sebagai kitab yang berisi firman-firman Allah SWT. Sebagai umat islam sudah seharusnya kita menjaga kitab yang menjadi pedoman umat islam. Al-qur’an merupakan kalamullah maka dalah segi pembacaannya mempunyai tatacara membacanya dalam arti kata kita mengetahui ilmunya agar tidak terjadi salah arti dalam membaca Al—Qur’an serta bacaannya haruslah tartil. Atas dasar tersebut para ulama menciptakan sebuah disiplin ilmu dalam membaca Al-Qur’an yatu Ilmu Tajwid. Ilmu tajwid di dalamnya menerangkan hukum-hukum bacaan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam ilmu tajwid juga di bahas mengenai makhorijul huruf agar dalam segi pembacaannya ada perbadaan dalam semua huruf hijahiyah. Huruf hijahiyah mempunyai sifatul huruf dan sifat itulah yang membedakan masing-masing huruf hijahiyah. B.        Rumusan Masalah 1.       Ada berapa sifat-sifat huruf? 2.       Bagaimana cara mengucapkan atau melafalkan sifat-sifat huruf? BAB II

PIDATO ILMU SEPANJANG MASA

Assalamu’alaikum Wr Wb "Alhamdulillahi robbil alamin, wasshalaatu wassalaamu alaa asrafil anbiyaa' i  wal mursaliin wa'ala aalihi wasohbihi ajma'in, (amma ba'du)". “Rabbi Shohri Shodri Wayasyirli ‘Amri Wahlul Uqdatammillisani Yafqohu Qouli” ·          Kepada dewan juri yang saya hormati ·          Dan kepada hadirin yang di muliakan Allah SWT Marilah kita bersama-sama MengAgungkan Asma Allah SWT dengan memanjatkan Puji Syukur atas segala rahmat dan pengampunan_-Nya. Shalawat beserta salam semoga tetap terlimpah ruahkan kepada kita semua melalui panutan kita, sang pembawa zaman, pencerah dunia yakni Habibana Wannabiyana Muhammad SAW, dan semoga syafaatnya sampai kepada kita hingga akhir zaman. Aamiin Hadirin yang dimuliakan Allah SWT Saya berdiri di hadapan bapak dan ibu disii bukan untuk promosi bukan pula untuk berdakwah seperti layaknya kyai dan tokoh ulama negeri ini. Tapi sih kalo ada bau-bau kyai saya mau. Aamiin. Namun berdirinya saya

Makalah Peran dan Fungsi Media Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Masalah Media pembelajaran memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang kaya dan bervariasi, tidak saja membuat motivasi belajar meningkat, tetapi juga menjadikan hasil belajar lebih bermakna. Media pembelajaran dapat dimaknai sebagai semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga ide, gagasan atau pendapat yang dikemukakan itu sampai kepada penerima yang dituju. Penggunaan media atau alat bantu disadari oleh banyak praktisi pendidikan sangat membantu aktivitas proses pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas, terutama membantu dalam peningkatan prestasi belajar siswa dan membantu juga dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Namun, dalam implementasinya tidak banyak guru yang memanfaatkannya, bahkan penggunaan metode ceramah (lecture method) monoton masih cukup populer dikalangan guru da