BAB II
PEMBAHASAN
A.
Filsafat Yunani
1.
Tuhan Menurut Socrates
Adanya Tuhan
Sebagai seorang ahli fikir, ia turut
membahas masalah Ketuhanan dengan logika yang simpel dengan menetapkan adanya
wujud Tuhan yang wajib disembah. Ia memiliki sistem pengetahuan manusia
tentang Tuhan, yakni ada dua jalan. Pertama, berdasar pada bukti-bukti alam. Kedua, dengan alasan-alasan sejarah.
Melalui bukti-bukti alam dengan
membentangkan peristiwa-peristiwa alam itu sendiri. Sedangkan melalui alasan
sejarah, dengan mengemukakan tabiat manusia yang dengan sendirinya tertarik
kepada Tuhan yang menjadikan, mengatur, dan memelihara manusia.
Socrates mengatakan bahwa Tuhan sangat
besar perhatiannya kepada makhluk-makhluk-Nya. Ia juga mengakatan:
“Bagaimanakah engkau mengatakan bahwa Tuhan tidak memperhatikan makhluk-Nya,
padahal engkau mengetahui bahwa Tuhan sudah memberikan sifat-sifat khas untuk
manusia, yang tidak terdapat pada makhluk lainnya. Engkau wahai makhluk yang
beroleh dua macam nikmat yang mahal sekali, apakah engkau mengira bahwa Tuhan
tidak memperhatikan engkau dan tidak menyelenggarakan keperluanmu?
Apalagi yang belum disebutkan Tuhan bagi engkau supaya insyaf akan yang
demikian itu?
Demikian dalil ‘aqliyah yang
dikemukakan oleh Socrates tentang kepastian Tuhan dan tentang perlunya manusia
menyembah Tuhan.
Keesaan Tuhan
Socrates pada zamannya adalah orang
yang berjuang untuk melarang penyembahan berhala dan menyuruh manusia menyembah
Tuhan Yang Maha Esa serta berbuat kebaikan dan menghentikan kemungkaran.
Rajanya adalah juga penyembah berhala, akan tetapi raja tidak marah pada
Socrates, disebabkan Socrates di mata raja adalah orang yang baik perbuatannya.
Akan tetapi, tindakan Socrates itu, membuat marah para kepala agama penyembah
berhala dan berusaha memakai nama rakyat banyak untuk menyalahkan Socrates.
Sebelas orang hakim rakyat menyuruh Socrates memilih hukumannya untuk mati,
kemudian Socrates memilih racun untuk kematiannya.
Demikian Socrates telah menjalani
hukuman itu dengan tenang dalam mempertahankan kepercayaannya dengan teguh. Ia
mati dengan keyakinan dirinya tentang Esanya Tuhan Yang Maha Pencipta.
Begitulah Socrates memahami konsep agama atau kepercayaan tentang adanya Tuhan
dan Keesaan Tuhan
2.
Tuhan
Menurut Plato
Tuhan oleh plato dikatakan tidak
menciptakan segala sesuatu selain hanya yang baik. Gagasan plato, tidak
semuanya ada karena Tuhan, menurutnya ide-ide bisa dianggap bukan ciptaan Tuhan
tapi adanya pada Tuhan itu sendiri. Pluralisme semu, yang merangkumi sejumlah
banyak ide bukan instansi terakhir. Pada instansi terakhir yang ada hanya
Tuhan, atau lebih tepat Tuhan yang padanya ada ide-ide.
Bagi orang beragama yang percaya
kepada adanya Tuhan yang satu menjadi jawaban tersendiri dari gagasan Plato. 1.
Mengapa Tuhan yang Adil menciptakan manusia yang jahat, dan mengapa yang
diciptakan bukan hanya manusia yang baik saja? 2. Mengapa orang yang jahat
sesudah mati masuk ke neraka untuk selama-lamanya sedang hidupnya di dunia
hanya sebentar? Bagi orang awam gagasan Plato ini bukan jawaban yang meyakinkan
atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Mitos tentang goa a la Plato
menggambarkan bahwa Tuhan (matahari) adalah bentuk nyata dari semunya dunia
yang dilihat oleh manusia selama hidupnya. Cahaya matahari melambangkan
keindahan bentuk Tuhan yang pada awalnya orang yang melihat akan merasa perih
atas pancaran sinar yang baru dilihat oleh mata. Namun pada kenyataannya
manusia lebih memilih dalam keadaan semu goa dibandingkan untuk memilih
kebenaran yang sesungguhnya (idea).
3.
TUHAN
MENURUT ARISTOTELES
Di dalam metafisika Aristoteles
membedakan antara bentuk dan materia. Hal ini ada hubunganya dengan perbedaan
antara “kemungkinan” dan “kenyataan”. Materia yang bersih, murni, dianggap
sebagai kemungkinan untuk menjadi bentuk. Semua perubahan yang pada umumnya
disebut perkembangan mempunyai bentuk lebih banyak dibanding sebelumnya. Dia
katakan, bahwa Tuhan adalah bentuk murni dan kenyataan murni maka itu padanya
tidak ada perubahan.
Pembuktian Aristoteles tentang
adanya Tuhan berdasarkan atas prinsip bahwa adanya sesuatu harus ada
penyebabnya yang pertama (hukum kausalitas). Gerak harus timbul dari satu titik
dan titik ini sendiri harus tidak bergerak, harus langgeng, substantif dan
nyata. Dan Tuhan hidup, langgeng dan merupakan kebaikan tertinggi maka kehidupan
dan kelanggengan adalah keberadaan Tuhan.
B.
FILSAFAT
ABAD PERTENGAHAN
1.
Tuhan
Menurut Plotinus
Menurut Plotinus di dalam fikiran
terdapat tiga realitas: the one, the mind, dan the soul.
The
one (Yang Esa) adalah Tuhan dalam pandangan philo yaitu suatu realitas yang
tidak mungkin dapat difahami melalui metode sains dan logika. Yang Esa itu
adalah puncak semua yang ada, ia cahaya di atas cahaya dan tidak mungkin
mengetahui esensinya yang hanya diketahui bahwa ia itu pokok atau prinsip yang
berada dalam akal dan jiwa. Ia adalah pencipta semua yang ada.
The
mind (nous) adalah gambaran tentang yang Esa dan di dalamnya mengandung
idea-idea Plato yang merupakan bentuk asli objek. Kandungan nous adalah
benar-benar kesatuan dan untuk menghayatinya kita harus melalui perenungan.
The
soul adalah realitas ketiga dalam filsafat Plotinus yang mengandung satu jiwa
dunia dan banyak dunia kecil.
2.
Tuhan
Menurut Augustinus
Terpisah dari Tuhan tidak ada
realitas, ungkapan ini tidak sulit difahami bila kita menganggap bahwa esensi
adalah hanya milik Tuhan, jadi hanya Tuhan yang memilikinya hal ini menunjukkan
bahwa hakikat yang sebenarnya adalah sebab awal hanya Tuhanlah yang merupakan
sebab awal.
Menurut Augustinus dalam kita mencari
kebenaran, keindahan, kebaikan, mengenal Tuhan hendaknya meyakini bahwa
seseorang itu ada dan tidak diragukan lagi. Setelah itu ia mampu mengenal Tuhan
dan mempelajari tentangnya yang dibimbing oleh konsep yang absolut. Menurutnya
keesaan itu adalah Tuhan jadi Tuhan itu ditemukan dengan rasa bukan dengan
proses pemikiran dan Tuhan itu di atas segala jenis. Sifat Tuhan yang paling
penting ialah kekal, bijaksana, mahakuasa, tidak terbatas, maha tahu, maha
sempurna dan tidak dapat diubah (Tuhan itu kuno tetapi selalu baru).
C.
Filsafat
Islam
1.
Tuhan
Menurut Al-Ghozali
Menerangkan bahwa ada sepuluh
pendapat filosof yang dianggap menyimpang dari Islam: 1. Tuhan tidak mempunyai
sifat; 2. Tuhan mempunyai substansi sederhana dan tidak mempunyai hakikat
(mahiyah); 3. Tuhan tidak mempunyai partikular (juz’iyyat); 4. Tuhan tidak
diberi sifat genus dan differentia; 5. Planet adalah bintang yang bergerak
dengan kemauan; 6. Jiwa planet mengetahui juz’iyyat; 7. Hukum alam tidak dapat
berubah; 8. Pembangkitan jasmani tidak ada; 9. Alam ini qadim, dan; 10. Alam
ini kekal.
Tiga
diantara ke sepuluh pendapat itu menurut Al-Gozhali membawa kepada kekufuran
yaitu : 1. Alam qodim (tidak mempunyai permulaan); 2. Tuhan tidak mengetahui
partikular; 3. Pembangkitan jasmani tidak ada.
Pemikiran
rasional itu yang mungkin saja menimbulkan akibat negatif bagi Islam dan umat
Islam, tetapi mungkin juga Al-Ghazali yang benar bahwa pendapat itu dapat
membawa kepada kekufuran akan tetapi, pemikiran rasional itu ternyata telah
menunjang perkembangan budaya dalam Islam. Perkembangan itu terutama terjadi
selama abad ke-8 sampai dengan abad ke-13. Pada masa-masa ini berkembanglah
penerjemahan karya yunani kedalam bahasa arab atas dorongan khalifah Al-mansyur
dan Harun Al-rasyd, kemudian Al-ma’mun. Berdirilah perguruan Bait Al-hikmah
yang selain pusat penerjemahan, juga menjadi pusat perkembangan filsafat dan
sains. Kepala penerjemahan di Bait Al-hikmah ialah Hunain Ibn Ishaq Al-ibad
(809-877), orang nasrani. Hunain juga mengajarkan menerjemahkan. Muridnya ada
sembilan puluh orang, mereka menerjemahkan buku-buku Yunani seperti karry,
galant, hipokrates, ptolemeus, euplid, dan aristoteles yang mencakup
pengetahuan filsafat, kedokteran, matematika, fisika, botani, ekonomi dan
lain-lain.
2.
Tuhan Menurut Al-Khindi
Bagi Al-Kindi, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang mulia.
Filsafatnya tentang keesaan Tuhan selain didasarkan pada wahyu juga proposisi
filosofis. Menurut dia, Tuhan tak mempunyai hakikat, baik hakikat secara
juz'iyah atau aniyah (sebagian) maupun hakikat kulliyyah atau mahiyah (keseluruhan).
Dalam pandangan filsafat Al-Kindi, Tuhan tidak merupakan
genus atau species. Tuhan adalah Pencipta. Tuhan adalah yang Benar Pertama
(al-Haqq al-Awwal) dan Yang Benar Tunggal. AL-Kindi juga menolak pendapat yang
menganggap sifat-sifat Tuhan itu berdiri sendiri. Tuhan haruslah merupakan
keesaan mutlak. Bukan keesaan metaforis yang hanya berlaku pada obyek-obyek
yang dapat ditangkap indera.
Menurut Al-Kindi, Tuhan tidak memiliki sifat-sifat dan
atribut-atribut lain yang terpisah dengan-Nya, tetapi sifat-sifat dan
atribut-atribut tersebut haruslah tak terpisahkan dengan Zat-Nya. Jiwa atau roh
adalah salah satu pembahasan Al-Kindi. Ia juga merupakan filosof Muslim pertama
yang membahas hakikat roh secara terperinci. Al-Kindi membagi roh atau jiwa ke
dalam tiga daya, yakni daya nafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Menurutnya,
daya yang paling penting adalah daya berpikir, karena bisa mengangkat
eksistensi manusia ke derajat yang lebih tinggi.
Al-Kindi juga membagi akal mejadi tiga, yakni akal yang
bersifat potensial, akal yang telah keluar dari sifat potensial menjadi aktual,
dan akal yang telah mencapai tingkat kedua dari aktualitas.Akal yang bersifat
potensial, papar Al-Kindi, tak bisa mempunyai sifat aktual, jika tak ada
kekuatan yang menggerakkannya dari luar. Oleh karena itu, menurut Al-Kindi,
masih ada satu macam akal lagi, yakni akal yang selamanya dalam aktualitas
3.
Metafisika Ibnu Sina
Pemikiran
metafisika Ibnu Sina bertitik tolak kepada pandangan filsafatnya yang membagi
tiga jenis hal yaitu: 1. Penting dalam dirinya sendiri, tidak perlu kepada
sebab lain untuk kejadiannya, selain dirinya sendiri yaitu tuhan; 2. Berkehendak
kepada yang lain, yaitu makhluk yang butuh kepada yang menjadikan; 3. Makhluk
mungkin, yang ada bisa pula tidak ada, dan ia sendiri tidak butuh kepada
kejadiannya maksudnya benda-benda yang tidak berakal seperti: pohon, air, batu,
tanah, dll.
Dalam membahas
mengenai adanya Tuhan dalam hubungannya dengan alam semesta. Ibnu Sina
mengatakan dalam bukunya “Al Isharat”, “titik dan pandangan argument orang
terhadap wujud yang pertama, keesaannya kemahaagungannya, tidak berkehendak
kepada sesuatu yang lain selain dari ciptaannya atas makhluk itu sendiri, tanpa
pandangan betapapun ciptaan dan bentuknya, meskipun ciptaannya dipandang sebagai
tanda adanya tuhan. Orang akan lebih mengerti dengan lebih kuat dan baik
terhadap tuhan, karena adanya makhluk berarti adanya Tuhan. Adanya pandangan
segala makhluk, dapat dibenarkan pendapat tentang adanya Tuhan.
Sesuatu ada yang
dibutuhkan adalah keadaan yang masuk akal, bukanlah hal yang mustahil. Ada yang
dibutuhkan ini adalah Tuhan Yang Maha Esa. Segala ada yang lain itu adalah
mungkin akan tetapi sebagian darinya diperlukan oleh ada dan sebagiannya tidak
diperlukan. Mereka ini mempunyai akal yang terpisah antara yang satu dengan
yang lain. Dari bentuk sempurna kebutuhan pada bentuk yang tidak sempurna dan
mungkin. Yang dimksud dengan bentuk sempurna dan kebutuhan itu adalah tuhan.
Jalan pikiran yang disusun oleh ibnu Sina: 1. Akal terpisah; 2. Bentuk; 3. Jasmani;
4. Benda dan kejadian.
Dalam setiap
ukuran itu terdapat berbagai jenis makhluk yang berbeda dalam susunan
kejadiannya, Akal terpisah mempunyai susunan ke atas dan ke bawah, yang paling
tinggi adalah akal terpisah atau sebab pertama. Yang terendah adalah akal ke
sepuluh yang disebut sebagai wakil akal, masuk ke dalam alam turun-temurun dan
rusak. Akal pertama mengalir dari apa yang dibutuhkan dengan jalan pelimpahan,
yang kedua melimpah dari yang pertama demikian terus menerus sampai pada akal
yang kesepulul. Tuhan adalah akal murni yang mengetahui dirinya sendiri.
Komentar