BAB I
PENDAHULUAN
Menciptakan perdamaian diantara
pluralisme agama dan budaya, memang merupakan cita-cita bersama seluruh umat
manusia sedunia. Karena itu, konsep toleransi sebagai elemen penting dalam
masyarakat ideal, selalu menjadi prinsip kebersamaan. Meskipun demikian,
fanatisme berlebihan dan loyalitas mendalam terhadap agamanya, sering membuat
mati hati umat manusia hingga merupakan pentingnya kebersamaan diantara
perbedaan.
Hal inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas tinggi pada paus dan kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai pandangan hidup, lalu berada pada posisi saing yang sama dalam merebut hegemoni. Konsekuensinya, konflik berdasarkan kepentingan dan warisan sejarah pun tidak dapat dihindari yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Salib.
Penanaman peristiwa akbar ini , didorong oleh pertimbangan kondisional sekitar terjadinya ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan Muslim dalam periode 1095-1291 M. hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan. Selain itu, perang salib ini terjadi pada masa Era desentralisasi yang dimana pada masa itu peradaban Islam sedang dipengaruhi kuat oleh kekuatan politik.
Hal inilah yang melanda pemeluk agama Kristen dengan loyalitas tinggi pada paus dan kaum muslim yang menjadikan semangat jihad sebagai pandangan hidup, lalu berada pada posisi saing yang sama dalam merebut hegemoni. Konsekuensinya, konflik berdasarkan kepentingan dan warisan sejarah pun tidak dapat dihindari yang dalam sejarah dikenal sebagai Perang Salib.
Penanaman peristiwa akbar ini , didorong oleh pertimbangan kondisional sekitar terjadinya ekspedisi militer yang dilancarkan oleh pihak Kristen terhadap kekuatan Muslim dalam periode 1095-1291 M. hal ini disebabkan karena adanya dugaan bahwa pihak kristen dalam melancarkan serangan tersebut didorong oleh motivasi keagamaan. Selain itu, perang salib ini terjadi pada masa Era desentralisasi yang dimana pada masa itu peradaban Islam sedang dipengaruhi kuat oleh kekuatan politik.
Rumusan
Masalah
1. Sejarah Perang Salib ?
2. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya
Perang salib ?
3. Bagaimana Perang Salib dimulai ?
4. Bagaimana akibat Perang Salib bagi Umat Islam ?
Sejarah Perang Salib
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi
umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai
abad ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari
kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang Eropa
yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu, lencana dan
panji-panji mereka.
Istilah ini juga digunakan untuk
ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar
Benua Eropa, biasanya terhadap kaum pagan dan
kaum non-Kristiani untuk alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik.
Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke
Tanah Suci selama Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya
yang tidak bernomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim
politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama masaRenaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan
perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan
bahwa tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.
Perang Salib berpengaruh sangat luas
terhadap aspek-aspek politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan
masih berpengaruh sampai masa kini. Karena konfilk internal antara
kerajaan-kerajaan Kristen dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi
Perang Salib (seperti Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan berakhir dengan
dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa saat
itu. Perang Salib Keenam adalah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu
resmi dari gereja Katolik, dan menjadi contoh preseden yang memperbolehkan penguasa
lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya
ke Tanah Suci. Konflik internal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan
persekutuan antara satu faksi melawan faksi lainnya seperti persekutuan antara
kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan
Rum yangMuslim dalam Perang Salib Kelima.
Faktor
Penyebab Terjadinya Perang Salib
Adapun yang
menjadi faktor utama yang menyebabkan terjadinya Perang Salib adalah faktor
agama, politik, dan sosial ekonomi (Dewan Redaksi, 1997:240). Untuk mendapatkan
pemahaman yang jelas dari faktor-faktor tersebut, penulis berusaha menjelaskan
satu persatu dari setiap faktor itu.
1. Faktor
Agama
Sejak Dinasti
Seljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah pada tahun 1070 M
bertepatan pada tahun 471 H, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi memunaikan
ibadah ke sana. Hal ini disebabkan karena para penguasa Seljuk menetapkan
sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak melaksanakan
ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh
karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang fanatik. Umat
Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda dengan
para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu sebelumnya (Dewan
Redaksi, 1997:240).
Perlu
diketahui, bahwa Dinasti Seljuk ialah dinasti yang pernah memerintah
Kekhilafahan Abbasiyah setelah Dinasti Buwaih pada tahun 1055 M-1194 M (Yatim,
2003:50). Dinasti Seljuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz
di wilayah Turkistan. Pada abad kedua, ketiga, dan keempat hijrah mereka pergi
ke arah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu,
dan dipersatukan oleh Seljuk ibn Tuqaq, karenanya mereka disebut orang-orang
Seljuk (Yatim, 2003:73)
Termasuk juga
faktor agama yaitu, adanya perasaan keagamaan yang kuat dikalangan umat
Kristen. Mereka meyakini kekuatan gereja dan kemampuannya untuk menghapus dosa
walaupun dosa itu setinggi langit (Al-Wakil,1998:165.
2. Faktor
Politik
Kekalahan
Bizantium -sejak 330 disebut Konstantinopel (Istambul)- di Manzikart (Malazkird
atau Malasyird, Armenia) pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah
kekuasaan Seljuk, telah mendorong Kaisar Alexius I Commenus (Kaisar
Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099;
menjadi Paus dari 1088 sampai 1099) dalam usahanya untuk mengembalikan
kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk. Paus Urbanus II
bersedia membantu Bizantium karena janji Kaisar Alexius untuk tunduk di bawah
kekuasaan Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan
Roma (Dewan Redaksi, 1997:240). Oleh karena itu Paus Urbanus II berpidato
kepada seluruh umat Kristen Eropa di Clermont pada tahun 1095 M untuk melakukan
perang suci. Dia juga mengetahui berbagai kesuksesan Kristen di Spanyol, yang
mencapai puncaknya dengan direbutnya Toledo, dan penaklukan di Sisilia (Watt,
1990:255).
Di lain pihak,
kondisi kekuasaan Islam pada waktu itu sedang melemah, sehingga orang-orang
Kristen di Eropa berani untuk ikut mengambil bagian dalam Perang Salib. Ketika
itu Dinasti Seljuk di Asia Kecil sedang mengalami perpecahan, Dinasti
Fatimiyah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan Islam di Spanyol
semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya pertentangan
segitiga antara Khalifah Fatimiyah di Mesir, Khalifah Abbasiyah
di Baghdad, dan Amir Umayyah di Cordoba yang memproklamasikan dirinya
sebagai Khalifah. Situasi yang demikian mendorong penguasa-penguasa Kristen di
Eropa untuk merebut satu-persatu daerah-daerah kekuasaan Islam, seperti
dinasti-dinasti kecil di Edessa (ar-Ruha') dan Baitul Maqdis (Dewan Redaksi,
1997:240).
3. Faktor
Sosial Ekonomi
Pedagang-pedagang
besar yang berada di pantai timur Laut Tengah, terutama yang berada dikota Venezia,
Genoa, dan Pisa, berambisi untuk menguasai sejumlah kota-kota dagang di
sepanjang pantai timur dan selatan Laut Tengah untuk memperluas jaringan dagang
mereka. Untuk itu mereka rela menanggung sebagian dana Perang Salib dengan
maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat perdagangan mereka apabila pihak
Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu dimungkinkan karena jalur Eropa
akan bersambungt dengan rute-rute perdagangan di Timur melalui jalur strategis
tersebut
Di samping
itu, stratifikasi sosial masyarakat Eropa itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu
kaum gereja, kaum bangsawan serat kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun
kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat, tetapi
mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas
dan terhina, mereka harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak
semena-semena dan mereka dibebani berbagai pajak serta sejumlah kewajiban
lainnya. Oleh karena itu, ketika mareka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk turut
mengambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan
kesejahteraan yang lebih baik bila perang dapat dimenangkan, mereka menyambut
seruan itu secara spontan dengan berduyun-duyun melibatkan diri dalam perang
tersebut.
Dimulainya Perang
Salib
·
Kondisi umum dunia islam menjelang perang salib pertama
Dalam paparan sejarah tentang perang salib sudah umum
diyakini bahwa para tentara perang Salib pertama meraih kemenangan mereka
karena kaum muslim tengah mengalami perpecahan dan kemunduran. Kalau saja para
tentara salib tiba sepuluh tahun lebih awal, mereka akan mendapat perlawanan
keras karenaa bersatunya berbagai kelompok dinegara yang diperintah oleh
Maliksyah, Sultan terakhir dari tiga sultan besar Sultan Turki Saaljuk. Wilayah
kekuasaannya diwilayah barat meliputi Irak, Suriah dan Palestina. Namun,
pembahasan ilmiah sebelumnya tentang keadaan kaum muslim pada umumnya pada 488
H/ 1095 M. Tidak terlalu jauh beranjak dari penekanan bahwa dunia Islam
mengalami perepecahan dan kemunduran akibat kehilangan pemimpin yang
benar-benar kuat dan karena terjadinya pertikaian Agama.
·
Periode pertama
Berawal di Sisilia pada tahun 1050 ketika orang-orang Islam
diusir. Hal yang sama terjadi juga di Spanyol. Pada tahun 1063 para tentara
Salib Perancis dan Spanyol sepakat untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai Islam.
Paus merestui mereka. Pada tahun 1085 raja-raja Kristen di
Spanyol Utara merebut Spanyol dari tangan orang Islam .Dalam pada itu Byzantium
yang terjepit oleh Turki meminta bantuan kepada Gereja Barat.
Hal ini dimanfaatkan oleh Paus nuntuk memperluas pengaruhnya di Timur. Pada
tahun 1094 Paus Urbanus II mengimbau orang Kristen barat
untuk menolong Byzantium. Melalui Sungai Rhein dan Donau para tentara Salib
dari Jerman menuju Konstantinopel sambil membunuhi dan menyiksa orang-orang
Yahudi. Kaisar Byzantium akhirnya terpaksa tunduk kepada Paus dan
Gereja Barat. Padahal pandangan Gereja Timur terhadap perang ini berbeda dengan
Gereja Barat. Bagi mereka ini bukanlah perang suci.
Kemudian Pada musim semi tahun 1095 M, 150.000 orang
Eropa sebagian besar bangsa Prancis dan Norman, berangkat menuju Konstantinopel
kemudian ke palestina. Tentara salib yang dipimpin oleh GodFrey, Bohemond dan
Raymond ini memperoleh kemenangan besar. Pada tanggal 18 Juni 1097 M mereka
berhasil menaklukan nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha.
Di Asia Kecil tentara Salib beberapa kali mengalahkan
orang-orang Turki, sehingga Kaisar Alexios sempat merebut kembali sebagian
daerah yang hilang setelah tahun 1071. Lalu pada tahun 1097 tentara Salib
berhasil menguasai Antiokhia dengan perjuangan berbulan-bulan dan menelan
korban sangat banyak. Tentara Salib meneruskan perjalanan ke Yerusalem dan tiba di
sana pada Juni 1099. Orang-orang Kristen yang merupakan mayoritas diusir
dari Yerusalem.
Mereka mengepung kota. Yerusalem berhasil direbut oleh tentara Salib. Orang Yahudi dan Islam dibunuhi. Para pemimpin tentara Salib mendirikan Kerajaan Yerusalem (1099 – 1187) yang juga meliputi Antiokhia, Edesssa, dan Tripoli. Secara pemerintahan daerah ini di bawah Konstantinopel, namun gerejanya di bawah Paus di Roma.
Mereka mengepung kota. Yerusalem berhasil direbut oleh tentara Salib. Orang Yahudi dan Islam dibunuhi. Para pemimpin tentara Salib mendirikan Kerajaan Yerusalem (1099 – 1187) yang juga meliputi Antiokhia, Edesssa, dan Tripoli. Secara pemerintahan daerah ini di bawah Konstantinopel, namun gerejanya di bawah Paus di Roma.
Keberhasilan tentara Salib bukanlah karena keunggulan
strategi militer. Keberhasilan mereka banyak ditentukan oleh kelemahan
orang-orang Saljuk (Turki) akibat meninggalnya Malik Syah.
Orang-orang Turki terpecah belah. Ciri khas tentara Salib ialah merusak apa saja
yang ditemuinya dan membakarnya. 33
·
Peiode Kedua
Imaddudin Zanki penguasa Moskul dan Irak berhasil
menaklukan kembali Allepo, Hamimah, dan Eddesa pada Tahun 1144 M, namun ia
wafat pada tahun 1146 M, tugasnya dilanjutkan oleh putrannya Nurrudin Zanki.
Nuruddin berhasil merebut kembali Anthiocea pada tahun 1149 M dan pada tahun
1151 M, seluruh Eddesa dapat di rebut kembali.
Kejatuhan Eddesa ini menyebabkan orang-orang kristen
mengobarkan perang salib kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang
disambut positif oleh Raja Prancis Louis VII dan Raja Jerman Condrad II.
Keduanya memipin pasuka salib untuk merebut wilayah kristen di syiria. Akan
tetapi gerakan maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki. Mereka tidak berhasil
memasuki Damaskus. Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan sedniri pulang ke
negerinya. Nuruddin wafat pada tahun 1174 M. Pimpinan perang kemudian di pegang
oleh Sahalah Al Din Al Ayyubi yang berhasil mendirikan Dinasti Ayyubiah di
Mesir tahun 1175 M. Hasil peperangan Sahalah Al Din yang terbesar adalah
merebut kembali Yerussalem pada tahun 1187 M. Dengan demikian kerajaan latin
diYerussalem yang berlangsung selama 88 tahun berakhir.
Jatuhnya Yerussalem ketangan kaum muslimin sangat memukul
perasaan tentara salib. Mereka pun menyusun rencana balasan. Kali ini tentara
salib di pimpin oleh Frederick Barbarossa, Raja Jerman, Richard The Lion Hard,
Raja Inggris, dan Philiph Augustus, Raja Prancis. Pasukan ini bergerak pada
tahun 1989 M. Meskipun mendapat tantangan berat dari salahah Al Din, namun
mereka berhasil merebut Aka yang kemudian dijadikan ibu kota kerajaan latin.
Akan tetapi, mereka tidak berhasil memasuki palestina. Pada tanggal 2 November
1192 M, dibuat perjanjian antara tentara-tentara salib dengan Salahah Al Din
yang disebut dengan Shulh Al-Ramlah. Dalam perjanjian ini disebutkan bahwa
orang-orang kristen yang pergi berziarah ke Bait Al- Maqdis tidak akan di
ganggu. 35
·
Periode ketiga
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh tentara
Jerman, Freederick II. Kali ini mereka berusaha merebut mesir lebih dahulu
sebelum ke palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang kristen
Qibthi. pada tahun 1219 M, mereka berhasil menduduki Dimiat. Raja mesir dari
Dinasti Ayyubiah waktu itu. Al Malik Al
Kamil membuat perjanjian dengan Freederick. Isinya antara lain : Freederick
bersedia melepaskan Dimiat, sementara Al Malik Al Kamil melepaskan Palestina,
Freederick menjamin keamanan kaum muslimin disana, dan Freederick tidak
mengirim bantuan kepada kristen di Syiria. Dalam perkembangan berikutnya,
Palestina dapat direbut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, dimasa
pemerintahan Al Malik Al Shalih, penguasa Mesir selanjutnya. Ketika Mesir
dikuasai oleh Dinasti Mamalik yang menggantikan posisi Dinasti Ayyubiah
pimpinan perang dipegang oleh Baybars dan Qalaund. Pada masa merekalah Akka
dapat direbut kembali oleh kaum Muslimin, tahun 1291 M.
Demikianlah perang salib berkobar di Timur, perang ini
tidak berhenti dibarat, di Spanyol sampai ummat islam terusir dari sana.
Walaupun umat islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara
salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena peperangan itu
terjadi di wilayahnya. Kerugia- kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik
umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian, mereka bukan menjadi bersatu,
tetapi malah terpecah belah. Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari
pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghad.
Akibat Perang Salib
Perang salib yang berlangsung lebih kurang dua abad membawa
beberapa akibat yang sangat berarti bagi perjalanan sejarah dunia. Perang salib
ini menjadi penghubung bagi bangsa Eropa mengenali dunia lslam secara lebih
dekau yang berarti kontak hubungan antara barat dan timur semakin dekat. Kontak
hubungan barat-timur ini mengawali terjadinya pertukaran ide antara kedua
wilayah tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur
yang”maju menjadi daya dorong pertumbuhan intelektual bangsa barat, yakni
Eropa. Hal ini sangat-besar andil dan peranannya dalam meahirkan era
renaissance di Eropa.
Pasukan salib merupakan penyebar hasrat bangsa Eropa dalam
bidang perdagangan dan perniagaan terhadap bangsa-bangsa timur. Selama ini bangsa
barat tidak mengenal kemajuan pemikiran bangsa timur. Maka perang salib ini
juga membawa akibat timbulnya kegiatan penyelidikan bangsa Eropa mengenai
berbagai seni dan pengetahuan penting dan berbagai penemuan yang teiah dikenali
ditimur. Misalnya, kompas kelautan, kincir angin, dan lain-lain, Mereka juga
menyelidiki sistem pertanian, dan yang lebih penting adalah mereka rnengenali
sistem industri timur yang telah maju. Ketika kembali ke negerinya, Eropa,
mereka lantas mendirikan sistem pemasaran barang-barang produk timur.
Masyarakat barat semakin menyadari betapa pentingnya produk-produk tersebut.
Hal ini menjadikan sernakin pesatnya pertumbuhan kegiatan perdagangan antara
timur dan barat. Kegiatan perdagangan ini semakin berkembang pesat seiring dengan
kemajuan pelayaran di laut tengah. Namun, pihak muslim yang semula menguasai
jalur pelayaran di laut tengah kehilangan supremasinya ketika bangsa-bangsa
Eropa menempuh rute pelayaran laut tengah secara bebas.
Perang Salib yang terjadi
sampai pada akhir abad XIII memberi pengaruh kuat terhadap Timur dan Barat. Di
samping kehancuran fisik, juga meninggalkan perubahan yang positif walaupun
secara politis, misi Kristen-Eropa untuk menguasai Dunia Islam gagal. Perang
Salib meninggalkan pengaruh yang kuat terhadap perkembangan Eropa pada masa
selanjutnya.
Akibat yang paling tragis dari
Perang Salib adalah hancurnya peradaban Byzantium yang telah dikuasai oleh umat
Islam sejak Perang Salib keempat hingga pada masa kekuasaan Turki Usmani tahun
1453. Akibatnya, seluruh kawasan pendukung kebudayaan Kristen Orthodox
menghadapi kehancuran yang tidak terelakkan, yang dengan sendirinya impian Paus
Urban II untuk unifikasi dunia Kristen di bawah kekuasaan paus menjadi pudar.
Perubahan nyata yang merupakan
akibat dari proses panjang Perang Salib ialah bahwa bagi Eropa, mereka sukses
melaksanakan alih berbagai disiplin ilmu yang saat itu berkempang pesat di
dunia Islam, sehingga turut berpengaruh terhadap peningkatan kualitas peradaban
bangsa Eropa beberapa abad sesudahnya. Mereka belajar dari kaum muslimin
berbagai teknologi perindustrian dan mentransfer berbagai jenis industri yang
mengakibatkan terjadinya perubahan besar-besaran di Eropa, sehingga peradaban
Barat sangat diwarnai oleh peradaban Islam dan membuatnya maju dan berada di
puncak kejayaan.
Bagi umat Islam, Perang Salib
tidak memberikan kontribusi bagi pengebangan kebudayaan, malah sebaliknya
kehilangan sebagian warisan kebudayaan. Peradaban Islam telah diboyong dari
Timur ke Barat. Dengan demikian, Perang Salib itu telah mengembalikan Eropa
pada kejayaan, bukan hanya pada bidang material, tetapi pada bidang pemikiran
yang mengilhami lahirnya masa Renaisance. Hal tersebut dapat dipahami dari
kemenangan tentara Salib pada beberapa episode, yang merupakan stasiun
ekspedisi yang bermacam-macam dan memungkinkan untuk memindahkan khazanah
peradaban Timur ke dunia Masehi-Barat pada abad pertengahan.
Di bidang seni, kebudayaan
Islam pada abad pertengahan mempengaruhi kebudayaan Eropa. Hal itu terlihat
pada bentuk-bentuk arsitektur bangunan yang meniru arsitektur gereja di Armenia
dan bangunan pada masa Bani Saljuk. Juga model-model arsitektur Romawi adalah
hasil dari revolusi ilmu ukur yang lahir di Eropa Barat yang bersumber dari
dunia Islam.
Perang Salib memberi kontribusi
kepada gerakan eksplorasi yang berujung pada ditemukannya benua Amerika dan
route perjalanan ke India yang mengelilingi Tanjung Harapan. Pelebaran
cakrawala terhadap peta dunia mempersiapkan mereka untuk melakukan penjelajahan
samudera di kemudian hari. Hal tersebut berkelanjutan dengan upaya
negara-negara Eropa melaksanakan kolonisasi di berbagai negeri di Timur,
termasuk Indonesia.
Bagi dunia Islam, Perang Salib
telah menghabiskan asset kekayaan bangsa dan mengorbankan putera terbaik.
Ribuan penguasa, panglima perang dan rakyat menjadi korban. Gencatan senjata
yang ditawarkan terhadap kaum muslimin oleh pasukan salib selalu didahului
dengan pembantaian masal. Hal tersebut merusak struktur masyarakat yang dalam
limit tertentu menjadi penyebab keterbelakangan umat Islam dari umat lain.
Walaupun demikian, di sisi lain
Perang salib membuktikan kemenangan militer Islam di abad pertengahan, yang
bukan hanya mampu mengusir Pasukan Salib, tetapi juga pada masa Turki Usmani
mereka mampu mencapai semenanjung Balkan (abad ke-14-15) dan mendekati gerbang
Wina (abad ke-16 dan 17), sehingga hanya Spanyol dan pesisir Timur Baltik yang
tetap berada di bawah kekuasaan Kristen.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. K Ali, A study of Islamic
History, versi terjemahan “Sejarah Islam (Tarikh Pramodern)”, PT RajaGrafindo
Persada, 1996, Jakarta.
33. m.
Yahya Harun, Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa, (yogyakarta : Bina Usaha
,1987), hlm. 12 -14.
35.
Ibid., hlm. 153.
Prof. K Ali, A study of Islamic
History, versi terjemahan “Sejarah Islam (Tarikh Pramodern)”, PT
RajaGrafindo Persada, 1996, Jakarta.
Hillenbrand
Carole, Perang Salib, Penerjemah :
Heryadi, PT Serambi Ilmu Semesta, 1999,
Jakarta.
Komentar