BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya tradisi Tabot yang merupakan
tradisi menyambut Muharram. Pemerintah Bengkulu menjadikan perayaan Tabot
sebagai komoditi pariwisata yang diandalkan. Tetapi perayaan Tabot ini belum
dikenal oleh wisatawan lokal apalagi wisatawan mancanegara sehingga belum mampu
menarik wisatawan untuk datang ke Propinsi Bengkulu. Untuk meningkatkan
wisatawan agar datang ke Propinsi Bengkulu untuk melihat festival Tabot
diadakan promosi. Karena dengan meningkatknya wisatawan dapat meningkatkan
pendapatan asli daerah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
proses-proses komodifikasi terhadap upacara Tabot untuk kepentingan pemasaran
pariwisata Propinsi Bengkulu. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif, sumber data diperoleh dari kepustakaan. Sedangkan pengumpulan
datanya dari wawancara, dokumentasi dan penelitian pustaka. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model analisis interaktif. Dan validitas data yang
digunakan adalah teknik triangulasi patton. Festival Tabot merupakan program
yang dibuat Dinas Pariwisata yang bekerjasama dengan Kerukunan Keluarga Tabot
untuk pengembangan potensi pariwisata sebagai komoditas pariwisata. Dalam
Festival Tabot diselenggarakan berbagai event kegiatan seni budaya daerah
seperti Festival lomba Telong-Telong, lomba permainan Ikan-Ikan, festival lomba
musik Dol, lomba Tari Tabot, lomba Zikir Sarafal Anam, festival lomba Lagu Pop
Daerah, Penyelenggaraan Seni Nusantara.Tabot sebagai kebutuhan masyarakat
Bengkulu telah memenuhi persyaratan, keaslian (Originality), kelangkaan
(Scarsity), keutuhan (Wholesomeness) sebagai asset yang sangat berharga untuk
dikemas lebih baik secara professional dalam perkembangan kepariwisataan di
Bengkulu. Media komunikasi yang digunakan agar masyarakat luas dengan mudah
mengakses informasi mengenai Tabot adalah dengan media komunikasi pemasaran
yang dilakukan melalui media cetak dan media elektronik serta membuat selebaran
atau leafet. Kata kunci : Upacara religi, pemasaran pariwisata, komodifikasi.
Rumusan Masalah
1.
Asal usul ritual Upacara Tabot?
1.
Peralatan Ritual Upacara Tabot?
1.
Tahapan proesi ritual Upacara Tabot?
1.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ritual Upacara Tabot?
1.
Pandangan Islam terhadap ritual Upacara Tabot?
Tujuan
1.
Untuk memenuhi tugas Pengantar Studi Islam.
1.
Untuk mengetahui lebih banyak lagi Kebudayaan yang masuk kedalam
ajaran Islam.
1.
Mampu memberikan pendapat/ tanggapan terhadap masalah-masalah yang
erjadi dimasyarakat Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
Upacara Tabot (Bengkulu)
1. Asal-usul
Upacara Tabot merupakan tradisi sebagian masyarakat Bengkulu untuk
mengenang peristiwa tragis kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin
Abi Thalib, dalam peperangan dengan pasukan ‘Ubaidillah bin Zaid di
padang Karbala Iraq, pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriyah (681 M).Upacara ini
diadakan selama 10 hari, yaitu setiap tanggal 1 sampai 10 Muharram. Oleh karena
itu, pada awalnya, inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya
pemimpin Syi‘ah dan kaumnya mengumpulkan potongan-potongan tubuh Husein,
mengarak dan memakamnya di Padang Karbala.
Istilah Tabot berasal dari kata Arab (tabut) yang secara harfiah
berarti “kotak kayu” atau “peti”. Dalam al-Quran kata Tabot dikenal sebagai
sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil masa itu percaya bahwa
mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan berada di tangan
pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapat malapetaka bila benda itu hilang.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu.
Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut
paham Syi‘ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng
Marlborought (1718-1719) di Bengkulu. Para tukang bangunan tersebut,
didatangkan oleh Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan India yang
kebetulan merupakan penganut Islam Syi‘ah.
Para pekerja yang merasa cocok dengan tatahidup masyarakat Bengkulu, dipimpin
oleh Imam Senggolo alias Syekh Burhanuddin, memutuskan tinggal dan mendirikan
pemukiman baru yang disebutBerkas, sekarang dikenal dengan nama Kelurahan
Tengah Padang. Tradisi yang dibawa dari Madras dan Bengali diwariskan kepada
keturunan mereka yang telah berasimilasi dengan masyarakat Bengkulu asli dan
menghasilkan keturunan yang dikenal dengan sebutan orang-orang Sipai.
Tradisi berkabung yang dibawa dari Negara asalnya tersebut mengalami asimilasi
dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan
menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot. Upacara Tabot
ini semakin meluas dari Bengkulu ke Painan, Padang, Pariaman, Maninjau, Pidie,
Banda Aceh, Meuleboh dan Singkil. Namun dalam perkembangannya, kegiatan Tabot
menghilang di banyak tempat. Hingga pada akhirnya hanya terdapat di dua tempat,
yaitu di Bengkulu dengan nama Tabot dan di Pariaman Sumbar (masuk
sekitar tahun 1831) dengan sebutan Tabuik. Keduanya sama, namun cara
pelaksanaannya agak berbeda.
Jika pada awalnya upacara Tabot (Tabuik) digunakan oleh orang-orang Syi‘ah
untuk mengenang gugurnya Husein bin Ali bin Abi Thalib, maka sejak
orang-orang Sipai lepas dari pengaruh ajaran Syi‘ah, upacara ini
dilakukan hanya sebagai kewajiban keluarga untuk yakni memenuhi wasiat leluhur
mereka. Belakangan, sejak satu dekade terakhir, selain melaksanakan wasiat
leluhur, upacara ini juga dimaksudkan sebagai wujud
partisipasi orang-orang Sipai dalam pembinaan dan
pengembangan budaya daerah (baca; Bengkulu) setempat.
Prosesi membuang Tabot (Tabuik) ke laut (Pariaman Sumatra Barat)
Kondisi sosial budaya masyarakat, nampaknya, juga menjadi penyebab munculnya
perberbedaan dalam tatacara pelaksanaan upacara Tabot. Di Bengkulu, misalnya,
Tabotnya berjumlah 17 yang menunjukkan kepada jumlah keluarga awal yang
melaksanakan Tabot; sedangakan di Pariaman hanya terdiri dari 2 macam Tabot
(Tabuik) yaitu Tabuik Subarang dan Tabuik Pasa. Tempat
pembuangan Tabot (Tabuik) antara Bengkulu dan Pariaman juga berbeda.
Pada awalnya Tabot di Bengkulu di buang ke laut sebagaimana di
Pariaman Sumatera Barat. Namun, pada perkembangannya, Tabot di Bengkulu dibuang
di rawa-rawa yang berada di sekitar pemakaman umum yang dikenal dengan nama
makam Karbela yang diyakini sebagai tempat dimakamnya Imam Senggolo alias Syekh
Burhanuddin.
Belakangan ini, banyak kritikan dari berbagai elemen masyarakat terhadap
pelaksanaan upacara Tabot. Satu hal yang paling mendasar dari semua kritikan
tersebut adalah berubahnya fungsi upacara Tabot dari ritual bernuansa keagamaan
menjadi sekedar festival kebudayaan belaka. Ini nampaknya disebabkan oleh
kenyataan bahwa yang melaksanakan upacara Tabot adalah orang-orang non-Syiah.
Hilangnya nilai-nilai sakralitas upacara Tabot semakin diperparah dengan
munculnya apa yang kemudian dikenal sebagai Tabot pembangunan (Tabot yang
keberadaannya karena deprogram oleh pemerintah dan berjumlah banyak).
Peralatan-Peralatan
Untuk melaksanakan upacara Tabot, ada beberapa peralatan yang harus
dipersiapkan, diantaranya adalah:
- Pembuatan Tabot
Kelengkapan alat untuk membuat Tabot antara lain: bambu, rotan, kertas karton,
kertas mar-mar, kertas grip, tali, pisau ukir, alat-alat gambar, lampu senter,
lampu hias, bunga kertas, bunga plastic dan lain sebagainya. Jika dilihat dari
banyaknya alat yang dibutuhkan, maka biaya yang dibutuhkan untuk membuat Tabot
sekitar 5-15 Juta rupiah.
- Kenduri dan Sesaji
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat kenduri dan sesaji antara lain: beras
ketan, pisang emas, tebu, jahe, dadeh, gula aren, gula pasir, kelapa, ayam, daging,
bumbu masak, kemenyan dan lain-lain.
- Perlengkapan Musik Tabot
Alat-alat musik yang biasanya digunakan dalam upacara tabot
adalah dol dan tessa. Dol terbuat dari kayu tengahnya
dilubangi dan kemudian ditutup dengan menggunakan kulit lembu. Dol berbentuk
seperti beduk. Garis tengahnya sekitar 70 – 125 cm, dan alat pemukulnya
berdiameter 5 cm dan panjangnya 30 cm. Cara menggunakannya dengan cara
dipukul-pukul. Sedangkan tessa berbentuk seperti rebana, terbuat
dari tembaga, besi plat atau alumunium, dan juga bisa dari kuali yang
permukaannya ditutup degan kulit kambing yang telah dikeringkan.
- Kelengkapan lainnya
Perlengkapan-perlengkapan lain yang harus dipersiapkan pada setiap unit Tabot
adalah: Bendera merah putih ukuran rumah tangga berikut tiangnya, bendera
panji-panji berwarna hijau atau biru yang ukurannnya lebih besar dari bendera
merah-putih, bendera putih yang ukurannnya sama dengan panil (beserta
tiangnya), tombak bermata ganda diujungnya digantung duplikat pedang zufikar
(pedang Rasulullah) dengan ukuran mini.
Tahapan prosesi ritual Upacara Tabot
Tahapan upacara Tabot adalah sebagai berikut: mengambik tanah, duduk
penja, menjara, meradai,arak penja, arak serban, Gam, arak
gedang, dan Tabot tebuang.
a. Mengambik tanah (mengambil tanah)
Tanah yang diambil harus mengandung unsur-unsur magis oleh karena itu harus
diambil dari tempat keramat. Di Bengkulu, hanya ada dua tempat yang dianggap
keramat yaitu di Keramat Tapak Padri yang terletak di tepi laut tidak
jauh dari Benteng Marlborough di sudut kanan Pelabuhan Laut Bengkulu danKeramat
Anggut yang terletak di pemakaman umum Pasar Tebek dekat Tugu Hamilton,
tidak jauh dari Pantai Nala. Upacara ini berlangsung pada malam tanggal 1
Muharam, sekitar pukul 22.00 WIB.
Tanah yang diambil disimpan di Gerga (pusat kegiatan/markas kelompok
Tabot bersangkutan), dibentuk seperti boneka manusia dan dibungkus dengan kain
kafan putih, lalu diletakkan di Gerga.Gerga tertua di Bengkulu hanya
ada dua, yaitu Gerga Berkas dan Gerga Bangsal. Keduanya
telah direnovasi dan kini berwujud bangunan permanen.
Di kedua tempat tersebut, mereka memberikan sesajen berupa: bubur merah dan
bubur putih, gula merah, sirih 7 subang, rokok nipah 7 batang, kopi pahit 1
cangkir, air serbat 1 cangkir, dadih (susu sapi murni yang mentah) 1 cangkir,
air cendana 1 cangkir, air dan selasih 1 cangkir.
b. Duduk Penja (mencuci jari-jari)
Penja adalah benda yang terbuat dari kuningan, perak atau tembaga yang
berbentuk telapak tangan manusia lengkap dengan jari-jarinya. Karenanya penja
ini disebut juga dengan jari-jari. Menurut
keluarga Sipai, Penja adalah benda keramat yang mengandung unsur
magis. Ia harus dicuci dengan air limau setiap tahunnya. Upacara mencuci penja
ini disebut duduk Penja, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Muharram sekitar
pukul 16.00 WIB.
Pada acara Penja ini, peralatan yang dibutuhkan adalah: air kembang, air limau
nipis, sesajen, dan penja yang akan dicuci. Sesajen yang dipersiapkan terdiri:
nasi kebuli 1 porsi, emping beras 1 piring, pisang emas 1 sisir, tebung 1
potong, kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, dan dadih 1 gelas.
c. Menjara (mengandun)
Menjara adalah berkunjung atau mendatangi kelompok lain untuk
beruji/bertanding dol, sejenis beduk yang terbuat dari kayu yang
dilubangi tengahnya serta ditutupi dengan kulit lembu.
Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 6 dan 7 Muharram mulai pukul 20.00 atau
23.00 WIB. Pada tanggal 6 Muharram, kelompok Tobat Bangsal
mendatangi kelompok Tobat Barkas sedangkan pada tanggal 7 Muharram
kelompok Tobat Barkas mendatangi kelompok Tobat
Bangsal. Kegiatan ini berlansung dihalaman terbuka yang disediakan oleh
masing-masing kelompok.
d. Meradai (mengumpulkan dana)
Meradai adalah pengambilan dana oleh Jola (bahasa Melayu artinya
orang yang bertugas mengambil dana untuk kegiatan kemasyarakatan) yang terdiri
dari anak-anak berusia 10-12 tahun. Acara ini dilakukan pada siang hari
tanggal 6 Muharram antara pukul 07.00-17.00 WIB. Lokasi pengambilan dana
biasanya sudah disepakati bersama oleh masing-masing kelompok Tabot.
Peralatan yang dibutuhkan diantaranya adalah: bendera panji, tombak bermata
ganda, tas ataukambut, karung gandum, dan tessa.
e. Arak Penja (mengarak jari-jari).
Arak Penja atau arak jari-jari merupakan acara mengarak jari-jari yang diletakkan
di dalam Tabot dengan di jalan-jalan utama di kota Bengkulu. Kegiatan ini
dilaksanakan pada malam ke-8 dari bulan Muharram, yaitu sekitar pukul 19.00 WIB
dan berakhir sekitar pukul 21.00 WIB.
Bahan-bahan yang digunakan sebagai bahan sesajen adalah: nasi kebuli 1 porsi,
kopi pahit 1 gelas, air serobat 1 gelas, telur dadar 1 buah,
lauk pauk 7 piring (7 macam jenis lauk).
f. Arak Seroban (mengarak Sorban)
Arak Serban merupakan acara mengarak Penja ditambah dengan Serban (Sorban)
putih dan diletakkan pada Tabot Coki (Tabot Kecil). Tabot Coki ini dilengkapi
dengan bendera/panji-panji berwarna putih dan hijau atau biru yang bertuliskan
nama “Hasan dan Husain” dengan kaligrafi Arab yang indah. Kegiatan ini diadakan
pada malam ke-9 Muharram sekitar pukul 19.00-21.00 WIB.
Sebagai mana namanya, maka peralatan yang dibutuhkan dalam acara ini adalah
Tabot dan seroban. Selain itu, juga dibutuhkan kain khusus dan Tabot Coki
(kursi kerajaan/tahta)
g. Gam (tenang / berkabung)
Satu di antara tahapan upacara Tabot yang harus ditaati adalah “gam”. Gam
adalah waktu yang tidak boleh ada kegiatan apapun. Gam berasal dari kata “ghum”
yang berarti tertutup atau terhalang. Tanggal 9 Muharram merupakan masa gam
ini, yakni sejak pukul 07.00 hingga pukul 16.00 WIB, di mana pada waktu
tersebut semua kegiatan yang berkaitan dengan upacara Tabot termasuk
membunyikan dol dan tassa tidak boleh dilakukan. Jadi masa
gam dapat juga disebut masa tenang.
h. Arak Gedang (taptu akbar)
Pada 9 Muharram malam, sekitar pukul 19.00 WIB dilaksanakan ritual pelepasan
Tabot Besanding digerga (markas) masing-masing. Selanjutnya dilanjutkan
dengan arak gedang yakni grup Tabot berarak dari markas masing-masing menempuh
rute yang ditentukan. Kemudian mereka akan bertemu sehingga membentuk arak gedang
(pawai akbar). Arak-arakan ini menjadi ramai karena menyatunya grup-grup Tabot,
grup-grup hiburan, para pendukung masing-masing serta masyarakat. Acara ini
berakhir sekitar pukul 20.00 WIB. Akhir dari acara arak gedang ini adalah
seluruh Tabot dan grup penghibur berkumpul di lapangan Merdeka Bengkulu
(Sekarang: Lapangan Tugu Propinsi). Tabot dibariskan bershaf istilah lokal
disandingkan, karenanya acara ini dinamakan Tabot Besanding.
Peralatan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah gerobak. Gerobak ini
digunakan untuk mengangkut Tabot ke tempat Tabot dikumpulkan.
i. Tabot Tebuang (Tabot terbuang)
Acara terakhir dari rangkaian upacara Tabot adalah acara Tabot tebuang yang
diadakan pada tanggal 10 Muharram. Pada pukul 09.00 WIB seluruh Tabot telah
berkumpul di lapangan Merdeka dan telah disandingkan sebagaimana malam Tabot
besanding. Grup hiburan telah berkumpul pula di sini dan menghibur para
pengunjung yang hadir di waktu itu. Pada sekitar pukul 11.00 arak-arakan Tabot
bergerak menuju ke Padang Jati dan berakhir di kompleks pemakaman umum
Karabela. Tempat ini menjadi lokasi acara ritual Tabot tebuang karena di sini
dimakamkan Imam Senggolo (Syekh Burhanuddin) pelopor upacara Tabot di Bengkulu.
Pada sekitar pukul 12.30 WIB acara Tabot Tebuang di makam Senggolo tersebut.
Karena dipandang bernilai magis, acara ini hanya bisa dipimpin oleh Dukun Tabot
yang tertua. Selesai acara ritual di atas, barulah bangunan Tabot dibuang ke
rawa-rawa yang berdampingan dengan komplek makam tersebut. Dengan terbuangnya
Tabot pada sekitar pukul 13.30 WIB, maka selesailah seluruh rangkaian upacara
Tabot dimaksud.
Doa-doa
Setiap tindakan dalam upacara Tabot selalu diawali dengan pembacaan
Basmalah dan doa-doa. Doa-doa tersebut diantaranya adalah:
- Doa
kubur
- Doa
mohon selamat dan ampunan atas arwah orang-orang muslim di dunia
- Bacaan tasbih
- Sholawat ulul
‘azmi
- Sholawat Wasilah
- dll
Nilai-Nilai yang terkandung dalam ritual Upacara Tabot
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot,
yaitu: nilai Agama (sakral), sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama (sakral)
dalam upacara Tabot diantaranya adalah: satu, proses mengambik
tanah mengingatkan manusia akan asal penciptaannya.Kedua, terlepas dari
adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat- ayat suci dalam
prosesi mengambik tanah, namun esensinya adalah untuk menyadarkan kita
bahwa keberagamaan tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya lokal. Dan ketiga, pelaksanaan upacara Tabot merupakan
perayaan untuk menyambutan tahun baru Islam.
Nilai sejarah yang terkandung dalam budaya tabot adalah sebagai manifestasi kecintaan dan untuk mengenang wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW yakni Husein bin Abi Thalib yang terbunuh di Padang Karbela dan juga
sebagai ekspresi permusuhan terhadap keluargaBani Umayyah pada umumnya dan khususnya pada Yazid bin Muawiyah, Khalifah Bani Umayyah yang memerintah waktu itu, beserta Gubernur ‘Ubaidillah bin Ziyad yang memerintahkan penyerangan terhadap Husain bin ‘AlĂ®
beserta laskarnya. Adapun nilai sosial yang terkandung didalamnya, antara lain:
mengingatkan manusia akan praktik penghalalan segala cara untuk menuju puncak
kekuasaan dan simbolisasi dari sebuah keprihatinan sosial.
Banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan dijadikan landasan untuk
mengarungi kehidupan, tetapi jika tidak disikapi dengan bijaksana, maka upacara
Tabot akan menjadi sekedar festival budaya yang kehilangan makna dasarnya.
Meriah dalam pelaksanaan (festival) tapi kehilangan sepiritnya.
Pandangan Islam terhadap ritual Upacara Tabot
Semenjak islam masuk ke nusantara, terjadi akulturasi antara islam dengan
budaya setempat. Akulturasi itu menghadirkan ragam budaya yang menganggumkan.
Umumnya, sebagian bentuk akulturasi berkaitan erat dengan penyebaran islam di
tanah air.
Satu dari sekian banyak akulturasi budaya antara lain, upacara tradisional
tabot. Tabot adalah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang
kisah kepahlawanan dan kematian cucu Nabi Muhammad SAW, Hasan dan Husein bin
Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di
padang Karbala, Irak pada tanggal 10 Muharam61Hijriah(681M).
Berdasarkan catatan sejarah, perayaan tabot di Bengkulu pertama kali
dilaksanakan oleh Syeh Burhanuddin yang dikenal sebagai Imam Senggolo pada
tahun 1685. Kala itu, Syeh Burhanuddin atau yang dikenal sebagai Imam
Senggolo menikah dengan wanita Bengkulu kemudian keturunan mereka disebut
sebagai keluarga Tabot. upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharram
(berdasar kalendar islam) setiap tahun.
Awalnya inti dari upacara Tabot adalah untuk mengenang upaya pemimpin Syi'ah
dan kaumnya mengumpulkan potongan tubuh Husein, mengarak dan memakamnya di
Padang Karbala. Istilah Tabot berasal dari kata Arab Tabut yang secara harafiah
berarti "kotak kayu" atau "peti". Dalam al-Quran kata Tabot
dikenal sebagai sebuah peti yang berisikan kitab Taurat. Bani Israil di masa
itu percaya bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan bila Tabot ini muncul dan
berada di tangan pemimpin mereka. Sebaliknya mereka akan mendapatkan malapetaka
bila benda itu hilang.
Tidak ada catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai dikenal di Bengkulu.
Namun, diduga kuat tradisi yang berangkat dari upacara berkabung para penganut
paham Syi'ah ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought
(1718-1719) di Bengkulu.
Secara umum, ada dua nilai yang terkandung dalam pelaksanaan upacara Tabot,
yaitu: nilai agama, sejarah, dan sosial. Nilai-nilai Agama dalam upacara Tabot
diantaranya seperti proses mengambik tanah mengingatkan manusia akan asal
penciptaannya. Terlepas dari adanya pandangan bahwa ritual tabot mengandung
unsur penyimpangan dalam akidah, seperti penggunaan mantera-mantera dan ayat-
ayat suci dalam prosesi mengambik tanah. Namun, esensinya adalah akulturasi
tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai budaya lokal.
Kendati dalam perkembanganya, upacara tabot cenderung bergeser menjadi
pertunjukan budaya, banyak nilai-nilai kebijaksanaan yang dapat digali dan
dijadikan landasan untuk mengarungi kehidupan. Karenanya, pelaksanaan upcara
tabot sebaiknya disikapi dengan bijaksana. Pasalnya, aroma meriah berpotensi
besar meniadakan nilai-nilai filosofis didalamnya.
BAB III
KESIMPULAN DAN TANGGAPAN MAHASISWA
KESIMPULAN
Tapak Jedah Pada tanggal 1 sampai dengan 10 Muharram H (Kalender Arab)
setiap tahun di kota Bengkulu dilaksanakan Festival Tabot. Festival
Tabot diselenggarakan berdasarkan Pesta Budaya Tabot yang dilaksanakan oleh
masyarakat Kota Bengkulu dalam rangka memperingati gugurnya Amir Hussain, cucu
Nabi Muhammad SAW, di Padang Karbala (Irak). Perayaan ini telah diselenggarakan
secara tetap oleh masyarakat kota Bengkulu sejak abad 14. Masyarakat kota
Bengkulu percaya bahwa apabila perayaan ini tidak mereka selenggarakan maka
akan terjadi musibah atau bencana. Oleh sebab itu, tidak mengherankan apabila
perayaan Tabot ini penuh dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat ritual dan
kolosal.
Sejak tahun 1990 Pesta Budaya Tabot ditingkatkan menjadi Festival Wisata di
Propinsi Bengkulu dan telah menjadi Budaya
Bengkulu, yang diberi nama Festival Tabot. Dalam Festival Tabot, perayaan yang
semula hanya berisikan upacara-upacara ritual diperkaya dengan berbagai atraksi
tambahan yang mampu memberi hiburan kepada masyarakat dan wisatawan. Selama 10
hari pelaksanaan Festival Tabot, masyarakat dan wisatawan dapat menyaksikan
rangkaian upacara ritual Tabot dan menikmati berbagai pegelaran seni-budaya
serta lomba-lomba kreasi seni tradisional Bengkulu, seperti : lomba Ikan-Ikan,
lomba Telong-Telong (mungkin berasal dari kata Tengloleng atau Lampion dalam
bahasa Cina), lomba Dol, lomba tari, Lomba Barong Landong (mirip Ondel-Ondel
Betawi) dan sebagainya.
Tanggapan Mahasiswa
Menurut saya, apabila dilihat dari segi ritual dan lain hal segalanya, bisa
kita simpulkan bahwa upacara tabot ni sebagai salah satu cara untuk mengenang
kematian cucu Nabi Muhammad, namun apabila dilihat dari cara pelaksanaannya
seperti ada penyimpangan aqidah, karena dalam melakukan proses ritual ada
mantera mantera tertentu yang digunakan, bukan hanya sekedar ayat ayat Al
Qur’an saja. Hal ini pun bisa terjadi ssalah penafsiran bagi masyarakat yang
awam akan ritual ritual seperti ini. Seharusnya untuk menghormati gugurnya cucu
Rasulullah tidak harus dilakukan dengan cara upacara seperti diatas. Saya juga
setuju dengan pendapat yang disampaikan diatas bahwasannya upacara ini bukanlah
ritual melainkan hanya dijadikan sebuah pertunjukan atau festival, agar tidak
keluar dari batasan batasan Islam yang sudah ditentukan.
Komentar